Habitat for Humanity Indonesia bersama Kementerian Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan Republik Federal Jerman (BMZ), menginisiasi Pelatihan Sertifikat Kompetensi Kerja (SKK), dan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) bagi 600 tenaga konstruksi di wilayah Provinsi Banten.
Lebih dari tiga dekade bekerja sebagai tukang bangunan, Sugiyono, pria asal Desa Ketapang, Kecamatan Mauk, Kabupaten Tangerang, tak pernah membayangkan akan memiliki sertifikat resmi yang mengakui keahliannya.
Tangannya yang selama ini menyusun batu bata dan semen, kini menggenggam selembar sertifikat, simbol pengakuan resmi atas keterampilan yang telah ia asah puluhan tahun.
“Tiga puluh tahun saya bekerja sebagai tukang, baru kali ini keahlian saya diakui dan mendapat sertifikat,” ujar Sugiyono saat ditemui setelah mengikuti pelatihan Unit Kompetensi Pasang Dinding.
Sementara itu, Muflikan, tukang asal Desa Marga Mulya yang juga mengikuti pelatihan, mengungkapkan kegembiraan serupa.
“Akhirnya saya punya legalitas yang sah, saya menunggu momen ini setelah dua puluh lima tahun bekerja di bangunan. Beda dengan dulu, sekarang ini agak sulit bagi saya mencari pekerjaan. Setiap kali melamar ke mandor, kontraktor, atau bahkan langsung ke pemilik rumah, selalu saja ditanya, punya sertifikat atau enggak,” ujarnya.
Kondisi ini tak hanya dirasakan oleh Sugiyono dan Muflikan. Di dunia konstruksi yang semakin berkembang, tuntutan untuk memiliki sertifikat kompetensi kerja semakin tinggi. Dari 8,3 juta tenaga kerja konstruksi di Indonesia, hanya 7,4% atau sekitar 616.000 yang memiliki sertifikat (BPS, 2018). Angka yang jauh dari cukup untuk memenuhi standar industri yang semakin menuntut legalitas formal di tengah persaingan yang ketat.
600 Tenaga Konstruksi Tersertifikasi
Melihat kesenjangan ini, Habitat for Humanity Indonesia bersama Kementerian Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan Republik Federal Jerman (BMZ), menggagas program pelatihan Sertifikasi Kompetensi Kerja (SKK) dan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).
Pelatihan ini bertujuan untuk membantu para pekerja bangunan seperti Sugiyono dan Muflikan mendapatkan sertifikat resmi yang diakui secara nasional. Pelatihan ini diadakan di Balai Latihan Kerja Cipondoh, Kota Tangerang, dan Balai Latihan Kerja Kosambi, Kabupaten Tangerang, yang menyasar lebih dari 600 tenaga kerja konstruksi.
Program ini dibagi menjadi tiga tahap pelatihan. Tahap pertama diikuti oleh 210 tukang yang telah diselenggarakan pada 20-30 September 2023, disusul oleh 240 tukang pada tahap kedua yang digelar pada 20-30 Maret 2024, dan 150 tukang pada tahap ketiga yang baru saja dilakukan pada 3-12 Oktober 2024 lalu.
Selama 10 hari, para peserta dibekali dengan pengetahuan praktis dan teknis sesuai dengan unit kompetensi yang berbeda-beda. Mulai dari Unit Kompetensi Pipa, Atap Baja Ringan, Cat, Pasang Ubin, Keramik, Marmer dan Teraso, hingga Pasang Dinding, semua pelatihan disesuaikan dengan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) Bidang Konstruksi.
Baca Juga: Pelatihan SKK dan K3 Tenaga Konstruksi
Bagi Abdul Aziz, tukang yang mengikuti Unit Kompetensi Cat, pengalaman ini membawa angin segar. “Banyak ilmu baru yang saya dapatkan. Saya diajari praktik yang lebih baik dan efisien. Tak hanya itu, pada akhirnya saya bisa mendapatkan sertifikat yang dapat saya bawa saat melamar pekerjaan nanti,” kata Abdul.
Selama pelatihan, peserta tak hanya mendapatkan pelatihan teknis, tetapi juga diuji oleh asesor dari Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) di hari terakhir. Para asesor ini menilai kelayakan peserta untuk mendapatkan sertifikat berdasarkan standar yang berlaku.
Salah satu asesor, Bambang, mengatakan bahwa program ini memberikan pengaruh signifikan bagi para tukang. “Sertifikasi ini sangat penting karena tukang juga harus memiliki bukti resmi yang mengakui keahlian mereka. Dari pengamatan saya, para peserta terlihat lebih percaya diri setelah mengikuti program ini,” ujar Bambang.
Tirta Mustika Ratih, Ketua Tim Kegiatan Pembinaan Jasa Konstruksi Bidang Kawasan Permukiman Dinas Perumahan, Pemukiman, dan Pertanahan Kota Tangerang, turut menggarisbawahi pentingnya sertifikat ini. “Sertifikat ini adalah amanat undang-undang. Pemerintah memiliki kewajiban memastikan semua tenaga konstruksi memiliki sertifikat. Sertifikat ini memberikan mereka izin untuk bekerja dan berlaku hingga lima tahun ke depan,” jelas Tirta.
Dengan sertifikat di tangan, banyak peserta merasa lebih percaya diri dalam menghadapi tantangan di dunia kerja. Ali Anwar, seorang tukang yang mengikuti Unit Kompetensi Atap Baja Ringan, mengaku bahwa sertifikasi ini memberinya harapan baru. “Sekarang saya merasa lebih percaya diri dan siap mencari pekerjaan yang lebih baik. Sertifikat ini menjadi modal besar untuk meyakinkan calon pemberi kerja,” ungkap Ali.
Dukungan Multipihak
Program ini tentunya tidak terlepas dari dukungan sejumlah pihak seperti PT Mowilex Indonesia, PT Wavin Indonesia, PT Tata Metal Lestari, PT Tatalogam Lestari, PT Mortar Utama (Saint-Gobain), dan PT Etex Building Performance Indonesia. Dukungan mereka dalam bentuk bantuan finansial, material, dan tenaga pelatih memungkinkan terlaksananya program ini dengan baik.
Dengan dukungan dari Pemerintah Jerman, Habitat for Humanity Jerman, Habitat for Humanity Indonesia, dan perusahaan-perusahaan ini tidak hanya mengupayakan mengembangkan kapasitas tenaga kerja, tetapi juga merupakan bagian dari komitmen bersama untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat.
Habitat for Humanity Indonesia, yang selama ini dikenal lewat program pembangunan rumah layak huni, kini memperluas dampaknya dengan membantu para pekerja bangunan mendapatkan pengakuan yang layak.
Melalui program ini, Sugiyono, Muflikan, dan ratusan tukang lainnya sekarang memiliki peluang yang lebih baik untuk bersaing di dunia kerja, mendapatkan pekerjaan yang lebih layak, dan meningkatkan kesejahteraan keluarganya. “Ini bukan sekadar tentang mendapatkan sertifikat, tapi tentang masa depan yang lebih cerah bagi kami semua,” tutup Sugiyono.
(kh/av)