Yuk, berkenalan dengan Ibu Nimah, salah satu perempuan warga Kampung Tanjung Kait yang ikut terlibat langsung dalam membangun rumah layak huni.
Tangerang, 13 Oktober 2025 – Ada semangat yang tak pernah padam dari sosok sederhana bernama Ibu Nimah. Setiap pagi, perempuan berusia 55 tahun ini selalu memulai hari dengan sebuah pertanyaan kecil dalam hati, “Apa yang bisa saya bantu hari ini? Apa yang bisa saya lakukan hari ini?” Kalimat sederhana itu menjadi pemantik energi yang membuatnya tetap kuat, meski hidup tidak selalu mudah baginya.
Ibu Nimah adalah salah satu warga Kampung Tanjung Kait, Kabupaten Tangerang, yang rumahnya ikut dibangun kembali dalam Program Revitalisasi Kampung Tanjung Kait. Program ini menghadirkan 110 rumah layak huni baru untuk warga, sekaligus infrastruktur penunjang yang lebih memadai. Bagi Nimah, program ini bukan sekadar proyek fisik, melainkan kesempatan untuk ikut meninggalkan jejak dalam membangun kampungnya.
Awal Mula Perjalanan
Awalnya, keterlibatan Ibu Nimah di proyek pembangunan ini sederhana saja. Ia hanya menyediakan minuman dan makanan ringan untuk para pekerja yang sibuk membangun rumah-rumah di kampungnya. Namun, semakin hari, ia merasa bahwa dirinya ingin melakukan sesuatu yang lebih besar. Ia menyadari, meski tak punya cukup uang untuk memperbaiki rumahnya sendiri, setidaknya ia masih memiliki tenaga. “Saya enggak punya uang, enggak punya apa-apa. Tapi saya punya tenaga, dan itu yang bisa saya berikan,” ungkapnya.
Sejak saat itu, Nimah tak lagi sekadar berdiri di pinggir, melainkan turun langsung ke lapangan, ikut bergotong royong bersama warga lainnya, termasuk para perempuan, membantu para pekerja konstruksi.
Keterlibatan Nimah ini tentu tidak lepas dari kondisi rumah lamanya. Selama puluhan tahun, ia tinggal di rumah yang semakin hari semakin rapuh. Dindingnya retak, lantai tak lagi rata, dan atap bocor setiap kali hujan turun. Yang paling parah, setiap kali pasang air laut datang, rumahnya kerap terendam banjir. Air asin menggenang hingga ke dalam rumah, merusak perabotan, membuat dinding lembab, dan memicu kerusakan lebih parah.
Sebagai seorang janda yang menggantungkan hidup dari penghasilan anak-anaknya dan sesekali bekerja serabutan seperti mengupas kerang, Nimah tidak memiliki cukup biaya untuk memperbaiki rumah. Rasa cemas selalu menghantui, terutama saat hujan deras disertai pasang laut. Ia tak pernah tahu kapan rumahnya bisa benar-benar roboh.
Namun, kondisi pilu itu perlahan terjawab ketika Program Revitalisasi Kampung Tanjung Kait hadir. Program ini digagas oleh Habitat for Humanity Indonesia bekerja sama dengan Pemerintah Kabupaten Tangerang, Koperasi Mitra Dhuafa (KOMIDA), serta didukung oleh para donatur. Bagi Nimah, program ini adalah anugerah yang menjawab doa-doanya selama ini.

Baca juga: Penguatan Kapasitas Warga Jadi Kunci Strategi Keberlanjutan Revitasisasi Kampung Tanjung Kait
Saat proses pembangunan dimulai, Nimah semakin tergerak untuk turut serta. Ia sadar, rumahnya sendiri termasuk yang akan dibangun. Karena itu, ia merasa perlu memberikan jejak kontribusi. Nimah selalu berusaha ikut berkontribusi dengan cara yang ia mampu. Mulai dari pekerjaan-pekerjaan kecil seperti membantu mengangkut material ringan, merapikan area kerja, hingga ikut memberi sentuhan sederhana di dinding. Meski terlihat sepele, baginya setiap usaha adalah bentuk nyata keterlibatan dalam membangun rumah impian.
“Awalnya tukang-tukang itu kasihan lihat saya. Tapi setelah mereka lihat semangat saya, malah mereka jadi semangat juga. Saya enggak malu, enggak canggung, karena saya yakin tenaga saya ini bisa berguna,” tuturnya dengan wajah berbinar.
Keterlibatan Nimah memberi warna tersendiri di tengah hiruk pikuk pembangunan. Para pekerja dan warga lain melihat keteguhan seorang perempuan yang tidak menyerah pada keadaan. Gotong royong yang ia jalani bersama warga lain semakin memperkuat ikatan sosial di Tanjung Kait.
Bagi Nimah, setiap tetes keringat adalah doa. Ia percaya bahwa usahanya ini akan meninggalkan kenangan indah, bukan hanya karena ia membantu membangun rumahnya sendiri, tetapi juga karena ia ikut membangun masa depan kampungnya.
Kini, rumah baru Nimah memang belum selesai sepenuhnya. Ia masih sibuk membantu proses akhir, mulai dari mengamplas hingga mengecat dinding. Meski begitu, ada harapan besar yang ia titipkan pada rumah itu. “Saya berharap rumah baru ini bisa memberi kebahagiaan lahir dan batin. Bisa jadi tempat aman untuk saya dan anak-anak, tempat untuk kami berkumpul tanpa takut banjir atau atap bocor lagi,” ujarnya penuh harap.
Harapan Nimah sederhana, tetapi sarat makna. Ia ingin rumah barunya kelak menjadi sumber ketenangan, tempat yang membuatnya merasa tidak lagi hidup di bawah bayang-bayang bencana, dan menjadi simbol semangat baru dalam hidupnya.

Perempuan dan Ruang Partisipasi
Lebih dari sekadar membangun rumah, kisah Nimah juga menyingkap isu penting yakni, keterlibatan perempuan dalam proses pembangunan komunitas. Selama ini, pekerjaan konstruksi sering dianggap hanya urusan laki-laki. Namun, kehadiran Nimah membuktikan bahwa perempuan juga mampu mengambil peran aktif, meski dengan segala keterbatasan.
Semangat Nimah adalah gambaran nyata bagaimana pemberdayaan perempuan bisa memberi dampak positif. Kehadirannya di lokasi pembangunan menjadi bukti bahwa perempuan tidak hanya menunggu hasil, melainkan juga bisa menjadi bagian dari proses. Di Tanjung Kait, suara dan tenaga perempuan ikut membangun pondasi bukan hanya rumah, tetapi juga kebersamaan dan kemandirian masyarakat.
Dari kisah ini juga mengajarkan bahwa kontribusi tidak selalu diukur dari besarnya harta atau banyaknya materi yang diberikan. Dalam keterbatasannya, Nimah tetap mampu memberi sumbangsih besar melalui tenaga, semangat, dan ketekunan. Kisah ini sekaligus menjadi cerminan bahwa revitalisasi kampung bukan hanya tentang membangun rumah, melainkan juga tentang membangun manusia mulai dari kesadaran, kemandirian, dan partisipasi, termasuk dari kaum perempuan.
Akhir kata, Ibu Nimah berdiri sebagai simbol sederhana yang menyimpan arti besar bahwa setiap orang, siapa pun dia, mampu menjadi bagian dari perubahan.
Penulis: Kevin Herbian
(kh/av)