
“Jauh berbeda… saya tidak perlu menunduk lagi saat masuk rumah karena rumah kami yang kecil. Rumah ini lebih dari layak dan bagus sekali, ini keberkahan yang teramat besar untuk keluarga saya.”
Begitulah yang disampaikan Pak Dewy Loek, dengan sorot mata penuh rasa syukur, saat ditemui tim Habitat for Humanity Indonesia di rumah barunya yang berdiri kokoh di Kupang Timur, Nusa Tenggara Timur. Ucapannya datang dari hati yang telah lama menahan harap. Sore itu, tim Habitat Indonesia tidak hanya berbincang tentang bangunan, tapi tentang hidup yang perlahan berubah.
Bagi Pak Dewy, rumah ini adalah jawaban dari doa yang dipanjatkan selama bertahun-tahun. Sebelumnya, ia tinggal bersama istri dan dua anaknya di sebuah bangunan sederhana berbentuk persegi dengan lantai tanah, berdinding pelepah lontar, dan beratap alang-alang. Tak ada sekat, tak ada ventilasi, apalagi kamar mandi. Semua aktivitas dilakukan dalam satu ruangan sempit yang harus dibagi bersama.
Saat musim kemarau, udara di dalam rumah terasa pengap dan panas menyengat. Tidak ada jendela yang bisa mengalirkan udara atau angin. Anak-anaknya sering kali terbangun karena tak tahan dengan hawa gerah. Namun saat musim hujan, kondisi menjadi jauh lebih sulit. Atap bocor di mana-mana, air masuk ke dalam rumah, dan lantai berubah menjadi lumpur. Tak jarang mereka harus memindahkan anak-anak dari tempat tidur di tengah malam karena kasur ikut basah.
Rasa khawatir itu datang setiap hari. Pak Dewy tahu, rumah seperti itu bukan tempat yang aman untuk membesarkan anak-anak. Tapi sebagai buruh tani dan nelayan, ia tak punya banyak pilihan. Tabungan yang sedikit demi sedikit dikumpulkan pun habis hanya untuk memperbaiki kerusakan yang tak pernah selesai. Di tengah keterbatasan, satu-satunya yang bisa ia lakukan hanyalah berdoa yang ia panjatkan setiap waktu.

Baca juga: Kini Tinggal di Rumah Layak Huni, Ratusan Keluarga di Gresik Siap Menata Masa Depan

Sampai akhirnya, uluran tangan datang menjangkau. Melalui dukungan dari Habitat for Humanity Indonesia dan PT Arthawenasakti Gemilang, rumah baru pun dibangun. Rumah dengan dua kamar tidur, toilet layak, dan struktur yang kokoh. Dinding berwarna kuning cerah kini menggantikan pelepah dan alang-alang yang dulu menjadi pelindung mereka dari panas dan hujan.
“Saya sendiri masih belum percaya,” kata Pak Dewy. “Rumah ini nyaman sekali. Anak-anak senang, mereka punya kamar sendiri. Tidak ada lagi cerita kasur basah atau tidur kegerahan.”
Selama proses pembangunan, Pak Dewy tidak tinggal diam. Ia terlibat membantu tukang, mengangkat bahan bangunan, ikut menyiapkan makanan semampunya. Semua itu ia lakukan dengan semangat besar meski kondisi ekonomi keluarga masih terbatas. Baginya, rumah ini adalah hadiah yang ingin ia berikan sendiri untuk istri dan anak-anaknya.
Kini, rumah itu berdiri dengan kokoh dan memberi banyak perubahan. Anak-anak bisa bermain dan belajar tanpa rasa takut. Istrinya, Yesi Saketu, juga merasa hidup lebih tenang. Mereka kini punya toilet bersih di dalam rumah, berbeda jauh dari kondisi dulu ketika harus buang air di tempat terbuka tanpa perlindungan. Rumah ini membawa kesehatan, kenyamanan, dan rasa aman yang tak pernah mereka rasakan sebelumnya.
Tak hanya itu, untuk pertama kalinya, Pak Dewy mulai bisa menabung. Penghasilan yang sebelumnya habis untuk memperbaiki rumah kini bisa disisihkan demi pendidikan anak-anaknya. Ia menatap masa depan dengan keyakinan baru, dengan hati yang tak lagi dipenuhi rasa cemas.

Bagi keluarga Dewy, rumah ini bukan sekadar bangunan. Ini adalah titik awal kehidupan yang lebih baik. Tempat di mana anak-anak bisa tumbuh, belajar, dan bermimpi. Tempat di mana sepasang suami istri bisa beristirahat tanpa rasa takut akan atap yang runtuh atau lantai yang tergenang air.
Dan sampai hari ini, Dewy tetap memanjatkan doa. Tapi kini bukan lagi untuk dirinya sendiri. Ia berdoa agar saudara-saudaranya yang lain, yang masih hidup dalam bayang-bayang atap rapuh dan dinding retak, juga diberkati dengan rumah yang layak. Rumah yang bisa menjadi tempat berlabuh harapan, seperti rumah yang kini ia miliki.
Kisah Pak Dewy adalah satu dari banyak suara yang selama ini terpendam dalam rumah-rumah yang tak layak. Suara yang kini mulai terdengar ketika ada yang peduli, ketika ada yang memilih untuk bertindak. Masih banyak keluarga lain yang menunggu harapan yang sama, tempat tinggal yang aman, sehat, dan layak untuk tumbuh bersama orang-orang tercinta.
Jika kisah ini menyentuhmu, kamu juga bisa menjadi bagian dari perjalanan perubahan ini. Temukan caranya di habitatindonesia.org/donate, karena rumah yang layak seharusnya bukan menjadi impian, melainkan kenyataan untuk semua keluarga.
(kh/av)