Tag: ntt

ID-EN Blog

Keterbatasan Bukan Penghalang untuk Berkarya.

Menjadi penyandang disabilitas yang sehari-harinya harus menggunakan kursi roda bukanlah pilihan yang diinginkan oleh Pak Harman.

Namun, meski begitu, keterbatasan yang ia miliki tidak menjadi penghalang baginya untuk terus berkarya. Salah satu usaha yang dilakukan Pak Harman ialah menjual pulsa dan membuat kerajinan rumah tangga. Hal itu harus ia lakukan karena untuk menopang hidupnya sehari-hari tak luput dari kendala disamping ia juga masih harus bertahan hidup di rumah yang tidak terasa aman dan nyaman.

Di rumah yang sangat tidak layak, warga Karampuang 1, Mamuju, Sulawesi Selatan tersebut bercerita bahwa dalam keadaan yang terbatas, sangat sulit baginya menggunakan toilet. “Ke toilet itu sulit, lantainya dari kayu, dan closet-nya jongkok, jadi buang air harus dari kursi roda”, ujar Pak Harman.

Rumah yang harusnya menjadi ruang berteduh yang aman justru menghadirkan  kekhawatiran bagi Pak Harman.

Seperti pepatah sudah jatuh ketimpa tangga pula, pada tahun 2019 gempa bumi menghantam bumi Sulawesi, salah satunya Mamuju, tempat Pak Harman tinggal. Rumah yang ia tempati menjadi salah satu sasaran gempa. Namun, apa boleh buat, Pak Harman tidak berdaya untuk berlari dan mengungsi lebih jauh dari rumahnya yang tembok dan atapnya sudah roboh.  Meski dengan kepedihan yang mendalam, ia terpaksa memilih tetap tinggal di rumahnya yang sudah rusak walau dengan rasa takut akan datangnya gempa susulan.

Semua indah pada waktunya, Habitat Indonesia pun turun ke Mamuju untuk memberikan bantuan rumah layak kepada beberapa penyintas gempa. Pak Harman menjadi salah satu warga yang terpilih menerima bantuan rumah layak tersebut. Rumah yang dibangun baginya merupakan rumah yang ramah gempa dengan toilet yang ramah bagi penyandang disabilitas. Dengan rasa syukur terlihat di raut wajahnya, Harman mengungkapkan, “Setelah Habitat hadir dan merenovasi rumah saya, alhamdulillah saya cukup tenang, nyaman dan nyenyak tidur, karena pondasi rumah saya sudah dikasih pengalaman gempa oleh Habitat.”

Kesulitan menggunakan toilet yang dulu ia rasakan kini berubah menjadi lebih mudah karena toilet yang ia miliki sekarang memiliki jalur kursi roda yang memudahkan ia pindah dari kursi roda ke toilet duduk yang sudah dibangun oleh Habitat. Sekarang pak Harman sudah sangat tenang tinggal di rumah.

 “Terima kasih Habitat dan donor yang sudah membangun rumah yang tahan gempa bagi saya. Saya sangat senang. Semoga Tuhan membalas kebaikan kalian semua.”, pesan Pak Harman. Sekarang beliau bisa fokus untuk melanjutkan usahanya sebagai pengrajin anyaman karpet yang telah digelutinya beberapa tahun belakang ini.

ntt-00
EN-ID Blog

One Homeland, One Nation, Rebuild NTT





“The heavy downpour that night caused flash flooding. I saw my things from the kitchen got washed away. My husband said: “leave” but I didn’t know where to run to. Because I was afraid ….”.

The people of East Nusa Tenggara still cry and feel deep sorrow due to the tropical cyclone that hit and destroyed their lives some time ago.

Quoted from BNPB data as of April 25, 2021. The tropical cyclone Seroja fatalities are 182 deaths, 184 injured, 54,000 houses damaged and 474,492 people affected by this disaster. The conditions.

in the midst of a pandemic add to the gravity of the already bad situation because evacuees live in refugee camps or houses with inadequate facilities that can threaten their physical and mental health.

After a long journey, the Habitat for Humanity Indonesia team arrived at Waiburak and Waiwerang village in East Flores, East Nusa Tenggara province (NTT). Some residents said that the flood that hit them was so frightening.

“The heavy downpour that night caused flash flooding. I saw my things from the kitchen got washed away. My husband said: “leave” but I didn’t know where to run to. Because I was afraid to go to the beach, I ran to the mountains. I had surrendered if that was my end. After a while, I heard everyone started screaming looking for their separated families. At last, we looked for a safe place. I am sad that many people in this village have no place to live anymore.” Said Hasna, a Waiburak resident.

Andreas’ family is one of hundreds of other families who took refuge in huts in the middle of the plantation fields which are usually used to store their crops. It is just a small hut without walls and rooms. Three families live in a 2×2 meter hut without electricity, access to clean water and bathroom. Andreas’ family consists of 12 people and 8 of them are children aged 4 – 12 years.

For families in NTT who are affected by the disaster due to Tropical Cyclone Seroja, the life situation is still stressful and makes them suffer because they have to live in refugee camps or to their relatives’ homes, some of which even have more than 3 different families living in one house. This can create new problems because the living conditions are not ideal.

Thanks to the caring action of Habitat Friends, there are 121 families in Amakaka village, Kec. Lembata NTT can use the Emergency Shelter Kit, making it easier for them to prepare huts as their place of refuge safer and more comfortable while waiting for decent shelter for them.

Shelter is not just a building but a process of restoration for each family after what they have gone through. Together with Habitat for Humanity Indonesia, Habitat Friends are invited to take part in real actions to rebuild NTT.

ntt-00
ID-EN Blog

Satu Nusa Satu Rasa Membangun kembali NTT

“Malam itu hujan deras dan banjir tiba-tiba datang. Saya lihat barang-barang di dapur sudah terbawa air. Suami saya bilang: “kamu pergi” tapi saya tidak tahu harus lari kemana. Karena takut …..”.

Derai air mata dan duka mendalam masih dirasakan masayarakat Nusa Tenggara Timur akibat badai tropis yang menerjang dan meluluhlantakkan kehidupan mereka beberapa waktu yang lalu.

Dikutip dari data BNPB per tanggal 25 April 2021. Dampak akibat bencana siklon tropis Seroja adalah 182 orang meninggal, 184 orang terluka, 54.000 rumah terkena dampak dan 474.492 orang yang tekena pengaruh akibat bencana ini. Kondisi bencana di tengah pandemic menambah kegentingan situasi lantaran untuk sementara masyarakat tinggal di tempat pengungsian atau rumah yang fasilitas nya kurang baik sehingga dapat mengancam kesehatan fisik dan jiwa mereka.

Setelah melalui perjalanan yang cukup panjang, tim Habitat for Humanity Indonesia sampai di Waiburak dan Waiwerang desa di Flores Timur Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Beberapa warga bercerita bahwa kejadian banjir yang melanda mereka begitu mengerikan.

“Malam itu hujan deras dan banjir tiba-tiba datang. Saya lihat barang-barang di dapur saya sudah terbawa air. Suami saya bilang : “kamu pergi”, tapi saya tidak tahu harus lari ke mana. Karena takut ke pantai saya lari ke gunung. Saya sudah pasrah saja kalau memang ini sudah ajal saya. Setelah beberapa saat saya dengar semua orang mulai berteriak mencari keluarga mereka yang tercerai berai. Akhirnya kami mencari tempat pengungsian. Saya sedih banyak orang di desa ini tidak ada tempat tinggal lagi”, cerita Hasna warga Waiburak.

Keluarga Andreas merupakan salah satu dari ratusan keluarga lainnya yang mengungsi ke pondok-pondok di tengah ladang yang biasanya digunakan untuk menyimpan hasil tani mereka. Tempat tersebut hanya merupakan gubug kecil tanpa dinding dan kamar. Tiga keluarga tinggal di satu pondok berukuran 2×2 meter tanpa listrik, akses air bersih dan kamar mandi. Keluarga Andreas terdiri dari 12 orang dan 8 diantaranya adalah anak-anak berusia 4 -12 tahun.

Bagi keluarga-keluarga di NTT yang terdampak bencana akibat Badai Seroja, situasi hidup masih menekan dan membuat mereka menderita karena harus tinggal di tempat pengungsian atau ke rumah kerabat mereka yang bahkan ada yang sampai lebih dari 3 kepala keluarga tinggal di satu rumah. Hal ini dapat menimbulkan masalah baru karena kondisi tempat tinggal yang tidak ideal.

Berkat aksi peduli sahabat Habitat ada 121 kepala keluarga di Desa Amakaka Kec. Lembata NTT yang dapat menggunakan bantuan Emergency Shelter Kit yaitu perkakas yang memudahkan mereka dalam menyiapkan pondok-pondok sebagai tempat pengungsian mereka lebih aman dan nyaman sambil menunggu penyediaan tempat tinggal bagi mereka.

Hunian bukan sekedar bangunan melainkan proses pemulihan bagi setiap keluarga setelah apa yang mereka lalui. Bersama Habitat for Humanity Indonesia, Sahabat Habitat diajak untuk ikut dalam aksi nyata membangun kembali NTT.