Tag: habitat for humanity indonesia

ID-EN Blog

Eh, Ternyata Rumah tidak Bocor Lagi!

Sutiyanah (43) adalah seorang ibu rumah tangga yang tinggal bersama suami dan dua anaknya. Suami Sutiyanah bernama Sakri (62) bekerja sebagai tukang ojek dengan penghasilan tidak menentu tiap harinya. Kadang hanya Rp30.000/hari. Sutiyanah menggunakan penghasilan suaminya untuk memenuhi kebutuhan keluarga membeli bahan makanan pokok dan biaya sekolah anak. Tentu besarannya tidak cukup, beruntungnya Sutiyanah dapat dukungan dana rutin dari anaknya yang bekerja di luar kota sebesar Rp400.000/bulan.

Sutiyanah dan keluarga merupakan salah satu warga Desa Marga Mulya, Mauk, Kabupaten Tangerang yang menerima program bangunan baru rumah dari Habitat dan PT Lautan Luas. Ia merasa sangat bersyukur, impiannya untuk memiliki rumah yang layak dan nyaman telah terwujud. Ia dan keluarga bisa tidur nyanyak tanpa takut terjadi keborocan dan banjir saat hujan. “Alhamdulillah sekarang sudah punya rumah yang nyaman dan aman. Makasih banyak Habitat dan PT Lautan Luas.” ucap Sutiyanah.

Sebelumnya Sutiyanah dan keluarga tinggal di rumah bilik di Kampung Bebulak. Kondisi rumah bilik yang ditinggalinya sangat memprihatinkan. Lantai rumahnya masih beralaskan tanah, atap rumahnya masih menggunakan ijuk, dan lubang banyak ditemukan di biliknya. Jika hujan turun, kebocoran dan kemasukan air adalah sesuatu yang tidak pernah bisa dihindari. Sutiyanah dan keluarga sudah terbiasa hidup dengan kondisi tersebut selama 16 tahun. Pernah, suatu hari, ia dan keluarga sedang tidur, tiba-tiba mereka harus bangun karena menyadari kasurnya basah. Ternyata air banjir telah masuk ke dalam rumahnya dan membasahi kasurnya.

Meski sudah tinggal di rumah layak huni yang diterima dari Habitat, ternyata kondisi dan kejadian yang pernah dialami selama tinggal di rumah bilik sempat membayangi psikologis Sutiyanah dan keluarga. Saat itu hujan turun deras, Sutiyanah dan keluarga sedang tidur dikamar masing-masing. Lalu dengan spontan, Sutiyanah dan keluarga bangun, buru-buru keluar kamar mengambil baskom dan ember yang biasa ia gunakan untuk menampung air hujan saat terjadi bocor dirumah biliknya yang dulu. Ketika keluar kamar, ia dan keluarga baru sadar kalau rumahnya sudah bukan bilik lagi, melainkan bangunan kokoh dengan dinding menggunakan batu bata ringan, atap genteng, plafon, dan lantai keramik. RRumahnya kini sudah tidak bocor dan kebanjiran lagi. “Waktu awal-awal nempatin rumah, ujan gede banget neng. Saya, bapak sama anak lagi pada tidur di kamar. Si anak langsung keluar bilang ‘Mak, bocor mak, kebanjiran!’, kita semua buru-buru keluar kamar buat ambil baskom sama ember. Pas udah keluar kamar, eh ternyata udah nggak bocor. Saya sama keluarga ketawa semua. Rumah sekarang sudah bagus, aman, nyaman Alhamdulillah.” cerita bu Sutiyanah.

Tulisan by: Indah Mai – Mauk Project Community Organizer

ID-EN Blog

Peletakan Batu Pertama Pembangun 6 Rumah Layak Huni di Desa Wanajaya, Karawang

Habitat for Humanity Indonesia menggelar acara peletakan batu pertama pembangunan 6 rumah layak huni, 1 akses air, dan 1 sekolah di Desa Wanajaya, Karawang pada 5 Juli 2023. Acara tersebut dihadiri oleh Habitat for Humanity Indonesia, Habitat for Humanity Korea, Kabid Perekonomian BAPPEDA Karawang, Nanag Fakhrurraji, dan Kepala Desa Wanajaya, Emin Syaifuddin. Program pembangunan yang akan segera dimulai itu terwujud berkat kerja sama Habitat dan LG Energy Solutions.

Kepala Desa Wanajaya, Emin Syaifuddin mengatakan salah satu masalah terbesar desa dengan luas 1.170 hektar tersebut adalah kurang tersedianya hunian layak huni. “Masyarakat di desa ini berjumlah 2.200 KK. Sekitar 200 keluarga belum memiliki hunian yang layak”, ujarnya. Salah satu penyebabnya adalah penghasilan yang sangat rendah. “Dulu masyarakat disini petani, namun karena lahan mereka sebagian besar dialihfungsikan oleh perusahaan untuk kawasan industri, kebanyakan mereka sekarang pengangguran, jadi tidak memungkinkan bangun rumah”, tambahnya.

Tidak hanya masalah hunian tidak layak, ketersediaan akses air dan sekolah juga tidak kalah memprihatinkan. “Setidaknya ada 2 sekolah yang sangat buruk kondisinya, butuh diperhatikan. Air bersih juga masih diambil dari sumur”, kata Emin.

Herman, yang rumah dan akses airnya akan dibangun mengungkapkan kesulitannya selama ini. “Dari kakek nenek udah ambil air di sumur ini, sekitar 40 tahun lah”, kata Herman sambil menunjuk sumur yang berisi air berwarna kuning.  

Pemerintah Desa Wanajaya sudah melakukan berbagai program untuk membantu mereka yang berpenghasilan rendah, namun karena dana yang dianggarkan sangat terbatas, jumlah keluarga yang dibantu sangat kecil. “Hanya bisa 2 sampai 4 keluarga yang bisa kita bantu karena dananya tidak cukup”, kata Emin.

Masalah yang tidak kalah penting untuk disorot sehingga berbagai program bantuan sulit dilakukan adalah karena mayoritas warga Desa Wanajaya tidak memiliki lahan sendiri. Sebagian besar mereka menumpang di kawasan hutan maupun tanah pengairan. “Aspirasi kadang tidak bisa masuk kalau tidak punya tanah sendiri”, ujarnya.

Program pembangunan yang akan dilakukan Habitat dan LG Energy Solutions diharapkan dapat membantu setidaknya beberapa keluarga dari jumlah keseluruhan yang membutuhkan. Harapannya ke depan ada program lain yang bisa dilakukan demi membangun Desa Wanajaya yang lebih sejahtera. “Sangat senang karena memang ini harapan saya sebagai kepala desa. Terima kasih sudah memperhatikan masyarakat kami. Kami yakin program ini akan memberi manfaat lebih bagai warga kami yang sangat membutuhkan”, tutupnya.

ID-EN Blog

Siang Tidak Terlalu Panas, Malam Tidak Terlalu Dingin

Gempa berkekuatan 5,6 Magnitudo yang melanda Cianjur November 2022 lalu tak luput menimpa keluarga Nani Sumarni, meski perempuan berusia 40 tahun yang baru saja ditinggal meninggal oleh suaminya. Siang itu, Nani berada di rumah dan hendak sholat dzuhur. Tiba-tiba gempa mengguncang rumahnya yang berada di Kampung Barukaso, Desa Sukajaya, Kab. Cianjur. Tembok rumahnya runtuh dan menimpa punggungnya. Walaupun dirinya sedang dalam kondisi hamil 9 bulan dan tidak lagi didampingi suami, Nani berjuang menyelamatkan dirinya. “Saya berusaha keluar dari reruntuhan dengan mengangkat tembok yang menimpa saya”, kata Nani.

Pascagempa, Nani yang sedang hamil bersama anaknya, Razza (11), yang masih kecil terpaksa tinggal di tenda kecil berukuran 5x3M. Tenda tersebut sangat memprihatinkan karena dindingnya masih terpal dan lantainya terbuat dari tanah. Sepuluh hari setelah gempa, Nani melahirkan seorang putri di rumah sakit. Usai perawatan di rumah sakit, Nani pulang ke tenda darurat bersama anaknya yang kini menjadi 2 orang. Kondisi tenda yang ala kadarnya sangat mengancam kondisi kesehatannya terutama anaknya yang masih bayi. “Lebih dari 4 bulan kami tinggal di tenda. Rasanya tidak nyaman. Siang hari terasa sangat panas, malam hari terasa sangat dingin. Saat angin kencang apalagi hujan lebat disertai guntur dan petir, saya takut tenda ini rubuh,” ungkapnya.

Sejak ditinggal suami, Nani belum memiliki pekerjaan menetap. Ia hanya bekerja sebagai buruh yang berpenghasilan tidak lebih dari Rp 500.000,- tiap bulan. Demi bertahan menghidupi keluarganya, Nani pun bergabung menjadi salah satu anggota program CVA dari Habitat dan Tithe, yaitu kegiatan padat karya yang memberdayakan setiap pesertanya bergotong royong membersihkan puing-puing gempa. Melalui kegiatan yang bersistem Cash for Work itu, Nani pun menerima upah sekitar Rp 120.000,- 130.000,- per hari. Penghasilan itu diperolehnya selama 5 hari di awal dan 5 hari di akhir program. Setidaknya, saat pekerjaannya tidak stabil, Nani memiliki uang pegangan dari kegiatan padat karya yang ia dapat gunakan memenuhi kebutuhan anak-anaknya. 

Nani sangat bersyukur atas program Habitat dan Tithe yang tidak hanya menyediakan hunian sementara bagi keluarganya tetapi juga penghasilan harian di masa sulit. “Alhamdulillah, saya sudah punya hunian sementara yang sangat bagus. Rasanya sangat sejuk karena atapnya lebih tinggi. Kamarnya ada jendela dan pintunya. Saya dan anak-anak bisa beristirahat dengan aman dan nyaman di siang dan malam hari. Tidak hanya itu, saya juga mendapatkan pekerjaan dan penghasilan dari program Habitat dan Tithe”, ungkap Nani.

Di hunian sementara yang ditempati Nani, bayinya dapat tinggal dan tumbuh lebih aman. “Bayi saya tidak sakit-sakitan, mengingat bayi yang lain yang masih ada di tenda darurat rentan sakit. Terima kasih Habitat dan Tithe yang sudah membangun hunian sementara bagi saya dan keluarga. Saya merasa sangat senang bisa tinggal di hunian sementara sebagus ini sekarang”, tutup Nani dengan haru.

ID-EN Blog

Kunjungan Habitat for Humanity Asia-Pacific ke Indonesia

Dalam meningkatkan kapasitas dan dukungan pembangunan rumah layak huni, Habitat for Humanity Asia Pacific melakukan agenda kunjungan ke Indonesia diwakili oleh Luis Noda sebagai Vice President Habitat for Humanity Asia-Pacific, Shoban Rainford sebagai RD Director HFH Asia-Pacific, serta Ana Narag selaku HR Director HFH Asia-Pacific.

Kunjungan mereka diawali dengan acara ibadah bersama di Kantor Nasional Habitat for Humanity Indonesia yang berlokasi di Jakarta Pusat pada Senin, 3 Juli 2023. Ibadah tersebut sangatlah penting karena Habitat for Humanity Indonesia juga mengadakan sebuah acara syukuran untuk merayakan kesuksesan perpindahan ruang kantor nasional menuju tempat baru di saat yang sama. Acara yang meriah itu berlangsung dari jam 9 pagi hingga 12 siang dan ditutup oleh acara makan siang bersama.

Pada hari berikutnya, Tim Habitat for Humanity Asia-Pacific pun diajak untuk mengunjungi beberapa klaster pelayanan Habitat for Humanity Indonesia di Site Office Mauk. Tim Asia-Pacific mendapat kesempatan untuk melihat berbagai output dari program-program yang telah dijalankan oleh Habitat Indonesia serta memastikan kebutuhan yang diperlukan di area tersebut.

Rabu, 5 Juli 2023, merupakan hari dimana Tim Habitat for Humanity Asia-Pacific berkesempatan untuk menemui sosok penting yang akan menjadi host di acara “Ambassador Build” pada Agustus mendatang—yaitu Ambasador Sung Y. Kim, Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia. Pada kegiatan ini, Tim Habitat disertai oleh beberapa anggota Board dari Habitat for Humanity Indonesia, seperti Bapak Jimmy Masrin, Bapak Rally Sudarta, Bapak Rene I. Widjaja, Ibu Kwik Wan Tien, and Ibu Lucy Kwee.

Pada hari yang sama, Tim Habitat beserta para board member pun bertemu dengan Direktur Misi dari USAID Indonesia, Bapak Jeffery P. Cohen di Sudirman, Jakarta Selatan. Kunjungan ini menghasilkan sebuah diskusi dimana USAID dapat menghubungkan Habitat Indonesia dengan proyek besar milik USAID berbasis sanitasi dan layanan air minum bernama “IUWASH Tangguh” di Banten dan Jawa Timur.

Kegiatan Habitat AP di Indonesia pun dirampungkan dengan acara kunjungan media di Kantor Bisnis Indonesia di Karet Tengsin, Jakarta Pusat, pada Kamis, 4 Juli 2023. Kegiatan tersebut dimulai pada jam 2 siang, dimana tim AP mendapat kesempatan untuk menjelaskan maksud dari kunjungan mereka di Indonesia serta membahas salah satu advokasi penting yang telah dijalankan oleh seluruh anggota Habitat for Humanity Asia-Pacific, Home Equals Campaign (Rumah untuk Semua).

Segenap keluarga Habitat Indonesia sangat mengapresiasi kunjungan serta berbagai kegiatan yang dilakukan oleh Bapak Luis Noda, Bapak Shoban Rainford, dan Ibu Ana Narag di Indonesia. Kami berharap kegiatan ini dapat membawa dampak besar terhadap berbagai pihak yang berpartisipasi di dalamnya serta memberikan motivasi kepada Tim Habitat Indonesia untuk memulai tahun fiskal yang baru pada Juli 2023 ini.

ID-EN Blog

Kisah milik Ibu Nurhasanah

Nurhasanah (53) yang biasa dipanggil sanah tinggal di Dusun Tanah Timbul Desa Muara, kecamatan Cilamaya Wetan Kabupaten Karawang, Provinsi Jawa Barat. Nurhasanah memiliki 5 orang anak, 4 anak laki-laki dan 1 anak perempuan. Ia tidak bekerja dan hanya mengandalkan pemberian dari anaknya yang sudah bekerja. Saat ini Nurhasanah tinggal dirumah dengan satu anak bungsunya.  Nurhasanah tinggal di Dusun Tanah Timbul sejak 28 Tahun yang lalu. Nurhasanah bercerita bahwa dahulu pada tahun 96-an kondisi rumahnya merupakan bilik-bilik yang ditempel oleh kertas, agar tidak ada lubang yang menyebabkan nyamuk masuk kedalam rumah, namun hal tersebut hampir membuat rumah Nurhasanah terbakar dikarenakan setiap malam selalu memasang obat nyamuk bakar dan suatu ketika obat nyamuk tersebut membakar bantal milik nurhasanah, namun dengan sigap Nurhasanah meredamkan api tersebut.

Kondisi rumah Nurhasanah sebelum adanya program dari Habitat terlihat rapuh dikarenakan kusen-kusen yang sudah kropos, serta terdapat lubang di bilik kamar milik Nurhasanah kemudian jendela yang tidak dapat ditutup permanen hanya menggunakan kain, dan juga pintu rumah yang tidak dapat dikunci. Hal tersebut membuat Nurhasanah merasa tidak aman dikarenakan selalu memikirkan sepeda motornya yang diparkirkan di dalam rumahnya.  Dengan di bangunnya rumah dari Habitat Nurhasanah sangat bersyukur, namun ada yang membuat Nurhasanah kurang nyaman dikarenakan disiang hari terasa sangat panas dan membuat tanaman miliknya menjadi mati. Nurhasanah berencana ketika nanti memiliki rejeki dirinya ingin mnambahkan kanopi di depan rumahnya agar terasa lebih aman dan nyaman, dan juga terus mempercantik rumah yang dimilikinya sekarang.

Setelah bantuan rumah diberikan oleh Habitat dan Samsung, Nurhasanah sangat senang dan bersyukur serta menjadi lebih paham mengenai pentingnya kebersihan rumah, serta pentingnya air bersih untuk kesehatan Nurhasanah.

“Saya ucapkan terimakasih kepada Habitat dan PT. Samsung, mungkin tanpa adanya Habitat dan PT. Samsung saya tidak akan bisa seperti sekarang yang bisa tinggal di rumah yang nyaman, semoga Habitat semakin amanah dalam menjaankan tugas-tugasnya agar masyarakat seperti saya khususnya dapat di bantu. Habitat tidak hanya membuatkan tempat tinggal yang nyaman, namun juga memberikan kami pengetahuan mengenai hidup sehat”, tutur Nurhasanah

Ditulis Oleh: Deasa Aghnia Qonita

ID-EN Blog

Bangkit dari Keterpurukan Hidup

#sahabathabitat apa yang membuat kalian bertahan di tengah kondisi yang pelik? Acapkali kita dihadapkan dengan keadaan yang sepertinya mustahil untuk dilewati, apalagi ketika kita diharuskan untuk terus menjalankan hidup apa adanya meskipun diri sudah tak kuat menahan pilu.

Bagi para penyintas bencana, mereka harus bertahan demi melewati kondisi fisik dan psikis yang dihadapi. Banyak dari mereka telah kehilangan banyak hal, mulai dari harta hingga nyawa orang-orang yang dikasihi. Tetapi tidak sedikit dari mereka yang memilih untuk terus bertahan untuk tetap hidup di tengah-tengah keadaan yang penuh tantangan tersebut.

Hal tersebut juga dirasakan oleh Ibu Nuriyah, salah satu penyintas gempa Cianjur yang sudah selama 32 tahun hidup di Desa Benjot, Kecamatan Cugenang, Cianjur. Dibalik pundaknya yang tegar, Ibu Nuriyah memikul banyak pilu akibat gempa yang melanda area tersebut tahun lalu.

“Saya gak percaya kejadian ini. Dulu sering liat di tv, sekarang ngerasain sendiri kayak gimana gitu.” Tuturnya sembari menghapus air mata. Ia kehilangan nyawa anaknya dikarenakan gempa tersebut, apalagi sekarang ia sudah tidak memiliki tempat untuk berpulang karena rumahnya ikut hancur saat kejadian.  

Hari itu, beliau dan anaknya baru saja bangun dari tidur. Anaknya yang masih balita tersebut meminta untuk makan bersama, mengingat saat itu sudah siang hari dan Ibu Nuriyah juga harus segera bersiap-siap untuk berangkat ke pekerjaannya. Saat sedang menyiapkan makanan, tiba-tiba anaknya bersikeras untuk diberikan minum. “Seolah-olah dia kepingin ibunya pergi dari ruangan itu.” Ibu Nuriyah pun mengalah dan segera bangkit untuk mengambil minum bagi anaknya. Hanya saja, ia tidak menyangka bahwa kala itu merupakan saat-saat terakhir dimana ia dapat melihat anaknya dalam keadaan hidup dan sehat.

Dalam sekejap mata, Ibu Nuriyah merasa tubuhnya terlontar ke udara. Kedua mata beliau terselubungi oleh kegelapan yang kala itu tidak ia mengerti dari mana asalnya. Yang ia tahu, dirinya sudah tidak dapat menggerakkan seluruh badannya, “ada sekitar 15 menit saya ga sadar. Cuma pas sadar, saya kira hari kiamat. Kalau hari itu hari kiamat, saya gakpapa asal bisa meluk anak saya…”

Meski kondisinya yang sudah lemah, dirinya berjuang untuk keluar dari tempat dimana ia terkubur. Untungnya, sebuah palang menghalangi kepalanya. Sehingga nyawa Ibu Nuriyah masih terlindungi dari keadaan tersebut. Beliau pun dapat keluar dari timbunan puing-puing rumahnya; ia langung bangkit untuk mencari keberadaan anaknya.

Selama satu jam ia mengais puing-puing bekas bangunan rumahnya. Ia berteriak untuk meminta tolong—tetapi apa daya, semua orang sibuk menyelamatkan diri dan keluarga. Apalagi, rumahnya tersebut berlokasi di ujung desa, sehingga banyak yang tidak dapat mendengar seruan Ibu Nuriyah.

Nyaris di saat ia sudah tidak kuat lagi, ada seseorang yang ikut turun tangan mencari anaknya. Sayangnya, anaknya ditemukan dalam kondisi tidak bernyawa. Ibu Nuriyah pun jatuh pingsan melihat tubuh anaknya yang naas tertimbun puing-puing bekas bangunan rumahnya. Ketika ia sudah bangun, beliau tidak dapat berlaku apa-apa kecuali memeluk tubuh anaknya dalam diam. “Perjuangan saya itu berat, (saya) sendiri membesarkan anak saya. Jadi pas anak saya meninggal, saya tidak kuat. Dulu saya mengurusi ibu, urusin anak, tanpa ada yang membantu; saya merasa kehilangan banget. Setalah kejadian, saya jatuh sakit selama satu bulan…”

Ibu Nuriyah tidak dapat kembali ke Desa Benjot selama satu bulan, dirinya mengaku trauma. Tiap mendengar suara mobil, hatinya langsung diselimuti oleh kekhawatiran akibat kejadian tersebut. Selama sebulan penuh ia jatuh sakit dan dirawat oleh kakaknya. Saat ia harus kembali ke Desa Benjot untuk mengambil barang-barang yang tertinggal, Ibu Nuriyah tidak kuat menahan tangisnya ketika melihat tempat dimana nyawa anaknya direnggut oleh bencana.

Ia baru dapat membereskan rumahnya satu bulan kemudian, setelah ia yakin kondisinya sudah lebih baik, “Pas kesini lagi, rasanya seperti dilahirkan kembali. Kayak bayi. Sendiri, tanpa uang maupun pakaian.” Kerap kali ia merasa hampa, tetapi ia berusaha untuk tetap tegar demi merawat api.

Api sendiri merupakan seorang tetangga yang sudah Ibu Nuriyah anggap seperti keluarga sendiri. Api juga selamat dari gempa tersebut, tetapi beliau lumpuh akibat tertimpa oleh puing-puing bangunan rumahnya, “Tapi yang bikin saya lebih bangkit lagi ketika melihat apih. Dia yang pertama peduli ketika saya butuh uang ngebiayain anak ketika ASI. Jadi, saya harus merawat API. Ketika melihat dia di ICU saya merasa, ‘Tuhan masih ada orang yang dulunya sayang sama anak saya dan harus saya rawat.’ Makanya saya bangkit dan harus mengurusi api. Mengingat dulu api benar-benar baik ketika saya butuh bantuan untuk merawat anak saya. Sekarang ia terdampar di ICU, kasihan, anak-anaknya sibuk kerja; kalau bukan saya siapa lagi yang merawatnya?” tambah Ibu Nuriyah.

Di sela kegiatannya dalam merawat Apih, Ibu Nuriyah mulai menyibukkan dirinya dengan berjualan es krim ke warung-warung. Ia berkata bahwa hidup itu masih terus berjalan, maka ia masih harus memenuhi kebutuhannya sehari-hari demi kesehatannya pribadi maupun Apih, “Intinya, ya, saya merasa harus bangkit. Allah pasti memberikan cobaan seperti ini, karena ingin memberi yang lebih. Jadi ayo bangkit, karena bukan saya saja yang melewati kejadian ini.”

Ia pun bertekad untuk memiliki sebuah rumah kembali. Di kala menunggu saat itu tiba, Ibu Nuriyah berusaha turut merapikan puing-puing rumahnya demi rencananya ke depan. Maka, ia sangat bergembira saat menerima bantuan Emergency Shelter Kits dan WASH and Cleaning Kits dari Hongkong-SAR serta Habitat for Humanity Indonesia. Beliau kini dapat merapikan rumahnya dengan lebih efektif dan efisien.

Ibu Nuriyah menantikan suatu hari dimana kondisi Desa Benjot dapat bangkit kembali seperti saat sebelum gempa itu terjadi. Hatinya yang besar ‘pun mengharapkan bahwa tiap penyintas gempa cianjur dapat menerima bantuan secara merata, “Anggap saja ini ibadah. Mudah mudahan ketika saya tua nanti akan ada yang merawat saya, seperti saya tulus ikhlas mengurusi apih.”

ID-EN Blog

Build Through Worship

Pada Rabu, 31 Mei 2023, Habitat Indonesia dan PijarTV mengadakan sebuah acara ibadah online yang diramaikan oleh berbagai musisi rohani dari berbagai lintas generasi. Acara ini sangatlah spesial karena disiarkan secara live dari pukul 5 sore hingga 10 malam (WIB) melalui 2 platform streaming, yaitu akun Youtube PijarTV dan Vidio.com. Untuk meriahkan ibadah “Build to Worship”, #sahabathabitat ditemani oleh para MC yang dengan apik menuntun para penonton ke dalam pujian penyembahan hingga proses penggalangan dana secara langsung.

Tiap sesi worship diselingi oleh ruang dialog bersama Direktur Nasional Habitat Indonesia, Bapak Susanto dan Manager Strategic Event Habitat Indonesia, Bapak Danny Nugroho. Kedua tokoh penting di Habitat Indonesia tersebut menyampaikan rasa syukur mereka kepada para penonton yang dengan antusias mengikuti acara tersebut hingga berhasil mengumpulkan donasi sebesar Rp. 30.041.000,-. Dana yang dikumpulan nantinya akan digunakan untuk mendukung berbagai kegiatan Habitat Indonesia dalam melaksanakan pelayanannya.

Acara ini telah menunjukkan bahwa partisipasi sebuah komunitas dalam mendukung kemajuan kualitas hidup masyarakat dapat membawa perubahan yang bermakna bagi para keluarga prasejahtera. Ke depannya, kami berharap dapat mengadakan sebuah acara serupa dimana berbagai individual lintas kalangan dan generasi dapat bersatu untuk berkontribusi bagi bangsa.

#sahabathabitat tunggu terus acara-acara Habitat for Humanity Indonesia selanjutnya yang tidak kalah menarik, ya!

ID-EN Blog

Habitat Charity Golf Tournament 2023 “Hit and Build”

Setelah sebelumnya diselenggarakan pada tahun 2021, Charity Golf Tournament tahun ini berlangsung pada 16 Mei 2023 di Gunung Geulis Country Club.

Sebanyak lebih dari 80 pegolf berpartisipasi pada event, termasuk 4 pegolf anggota Indonesia Development Council, yaitu para pengusaha yang memiliki kesatuan hati mendukung pembangunan rumah layak huni bersama Habitat Indonesia. Tampak Hilmi Panigoro, Edwin Soeryadjaya, Fofo Sariaatmadja, dan Jimmy Masrin bersama pegolf lainnya menikmati pertandingan sambil mengajak pegolf lainnya ikut berdonasi baik secara langsung atau melalui acara lelang, guna mendukung misi Habitat dalam penyediaan rumah layak.

Sejak pertama kali diselenggarakan pada 2010, Habitat Charity Golf Tournament telah melibatkan 840 pegolf dan berhasil membangun 243 rumah layak bagi lebih dari 1.000 keluarga berpenghasilan rendah di berbagai daerah di Indonesia.

Susanto, Direktur Nasional Habitat for Humanity Indonesia menyampaikan bahwa Habitat Charity Golf merupakan salah satu kegiatan yang diandalkan dalam mendukung misi Habitat. “Sejak 2010, pertama kali Habitat Charity Golf diadakan, kami melihat antusias yang konsisten dari para pegolf karena memang olah raganya fun apalagi tujuannya mulia, yaitu berbagi kebaikan menyediakan rumah bagi keluarga berpenghasilan rendah yang membutuhkan.” ungkap Susanto.

Salah satu pengusaha ternama di Indonesia Fofo Sariaatmadja ikut sebagai peserta turnamen.  Tampak menikmati pertandingan, ia menuturkan, “Sudah beberapa kali terlibat di Habitat Charity Golf. Kegiatan ini sangat positif dan menyenangkan, apalagi tujuannya adalah untuk melakukan kebaikan kepada sesama.” Sebagai bentuk dukungannya, ia bahkan mengundang dua koleganya secara langsung dari luar negeri untuk ikut bertanding pada hari itu.

Melalui Habitat Charity Golf yang berlangsung dari siang hingga malam hari itu, donasi sebesar lebih dari 1 Miliar rupiah berhasil dikumpulkan. Donasi yang terkumpul akan digunakan untuk membangun 20 rumah baru dan perbaikan 2 rumah di 4 cluster Habitat Indonesia yakni, Sentul-Bogor, Kulon Progo-Yogyakarta, Wringinanom-Gresik, Mauk-Tangerang, Cianjur dan Karawang.

Jimmy Masrin, salah seorang anggota IDC yang namanya tidak asing lagi di dunia golf mengungkapkan rasa senangnya mengikuti Habitat Charity Golf 2023 ini, “Sudah 20 tahun mendukung Habitat. Sudah seperti keluarga. Ya setiap hal yang kita lakukan kiranya bisa membantu keluarga-keluarga yang membutuhkan.”

Teddy Jubilant muncul sebagai pemenang utama kategori Best Gross Overall, hari itu memperoleh medali dan beragam hadiah. Turnamen hari itu diakhiri dengan acara makan malam bersama dan lelang beberapa memorabilia. Dua topi golf yang dibubuhi tanda tangan pemain golf ternama dunia yakni Phil Mickelson dan Bryson DeChambeau berhasil dilelang malam itu sebagai usaha penggalangan dana. Selain itu, sebuah lemari pendingin persembahan dari MODENA, telah menjadi sebuah master piece, karya seni yang indah karena dilukis oleh seorang seniman difabel; Anfield Wibowo, juga berhasil dilelang pada malam itu.  Pak Suharsono yang menjadi penawar tertinggi yang memenangkan lelang retrofride Modena itu menyampaikan, “Saya senang bisa ikut dalam turnamen ini. Hasilnya juga tadi lumayan. Saya berhasil menjadi salah seorang pemenang turnament. Saya berharap melalui event ini banyak masyarakat Indonesia bisa terbantu memiliki rumah layak. Saya juga pernah ikut event yang sama di Sentul beberapa tahun yang lalu dan membantu bangun 1 rumah. Semoga Habitat terus membantu lebih banyak masyarakat Indonesia.”

Habitat Charity Golf Tournament diharapkan dapat terus digelar setiap tahun, untuk membantu menyediakan rumah layak huni bagi banyak keluarga yang membutuhkan.

ID-EN Blog

Acara Serah Terima Fasilitas Akses Air Bersih di Batam

Ketersediaan air bersih merupakan masalah utama di kota batam, khususnya bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Hal tersebut dikarenakan biaya penyambungan air ke utilitas publik milik pemerintah cukup tinggi, mengingat beberapa wilayah pipa induk masih dimiliki perusahaan swasta/ perorangan sehingga biaya penyambungan ditetapkan oleh pihak swasta.

Maka, Habitat for Humanity Indonesia berkolaborasi dengan Caterpillar Foundation dari tahun 2020-2021 melalui program akses air bersih yang terjangkau untuk 120 keluarga di Kelurahan Tanjung Riau, dan tahun 2022-2023 akses air bersih untuk 260 keluarga (75 keluarga di Kelurahan Sei Lekop, 86 Keluarga di RW 07 Sei Daun dan 99 Keluarga di Piayu Laut).

Pada Sabtu, 27 Mei 2023, telah diadakan acara serah terima program akses air bersih tahun 2022-2023 kepada masyarakat Sei Lekop, Sei Daun, dan Piayu Laut.

Diperkirakan ada sekitar 50 peserta yang hadir di acara tersebut. Mereka terdiri dari berbagai tokoh masyarakat Batam serta para penerima manfaat yang dipercayakan untuk menjaga dan melestarikan fasilitas akses air bersih dan sanitasi dasar yang telah dibangun. Acara serah terima tersebut dilaksanakan secara simbolis, dari Habitat for Humanity Indonesia ke pemerintah Kecamatan dan perwakilan penerima manfaat dari masing – masing wilayah Sei Lekop, Sei Daun, dan Tanjung Piayu.

Camat Sei Beduk serta Kepala Subbagian Umum dan Kepegawaian Program dan Keuangan kecamatan Sagulung ‘pun datang untuk menyampaikan ungkapan terima kasih mereka atas manfaat yang telah diterima oleh warga sekitar melalui program-program yang telah dilaksanakan.

Mereka menilai bahwa dukungan Caterpillar Foundation melalui Habitat for Humanity Indonesia memberikan manfaat yang sangat besar dan diharapkan dapat dilanjutkan untuk ke wilayah – wilayah dengan kondisi serupa lainnya.

Kontribusi antara Caterpillar Foundation dan Habitat Indonesia telah membawakan dampak yang signifikan bagi masyarakat Batam. Diharapkan program-program ini dapat memberikan efek berkelanjutan yang positif serta memajukan kualitas hidup warga melalui penyediaan akses air bersih bagi masyarakat di wilayah Sei Lekop, Sei Daun dan Tanjung Piayu.

ID-EN Blog

Tetap Kuat dan Tidak Putus Asa 

“Dipakai buat beresin rumah di dalem. Dari luar ga apa apa padahal dalamnya ngeri.”, tutur Susi Fitriani, salah satu penyintas gempa Cianjur saat ditanya kegunaan ESK dan WCK yang diberikan oleh Habitat kepadanya. 

Susi merupakan seorang ibu rumah tangga yang tinggal di Kampung Cisalak, Desa Suka Jaya, Kecamatan Cugenang, Kabupaten Cianjur. Siang itu perempuan berusia 34 tahun tersebut sedang berada di rumah bersama ibu dan seorang anaknya yang sedang tidur, sementara suaminya sedang bekerja dan anaknya yang lain berada di sekolah. Baru saja ia menyelesaikan ibadah sholatnya dan hendak memasak air, tiba-tiba ia merasakan gempa yang sangat dahsyat. Segera ia menggendong anaknya yang sedang tidur dan berlari ke luar meski sangat sulit. “Ya, mau keluar susah. Pas kata ibu saya si Alasa lagi tidur di kasur, langsung diambil, pas itu langsung keluar matiin itu kompor sama mesin air.”, kata Susi. Beruntungnya, Susi tidak mengalami luka sedikitpun dan ia dapat bergerak cepat menyelamatkan anaknya, karena jika telat sedikit saja, kondisi anaknya akan sangat berbahaya. Ga ada luka, keburu diambil itu anaknya, kalau lewat 5 menit ga tahu, untung aja selamat.”

Sudah sejak lahir Susi tinggal di Kampung Cisalak. Namun baru kali itu ia merasakan gempa. Kondisi rumahnya ambruk. “Rumah ambruk. Kamar, ruang TV, ama atap dapur ambruk.”. Susi tidak sempat menyelamatkan barang –barangnya, baginya nyawa terlebih penting. “Nyelamatin nyawa aja dulu, barang-barang itu biarin mah.”

Setelah berlari ke lapangan, Susi bersama keluarganya harus bertahan disana selama 3 bulan. Ia tidak bisa pulang ke rumahnya. Ia bahkan harus berpindah dari satu pengungsian ke pengungsian lain sebanyak 3 kali. “Pas awal pertama ada gempa belum bisa pulang ke rumah, 3 bulan ada ya. Kalau di tenda komunal mah sebulan pindah lagi bikin di belakang, sebulan trus pindah. Udah 3 kali pindah.”  

Kedatangan Habitat memberi kegembiraan bagi Susi. Ia menerima sepaket ESK (Emergency Shelter Kits) dan WCK (Wash and Cleaning Kits) dari Habitat dan BCA Life. Alat tersebut sangat membantunya dalam membersihkan puing-puing rumahnya. “Dipakai buat beresin rumah di dalem. Dari luar ga apa apa padahal dalamnya ngeri. Ditambahkannya bahwa alat-alat tersebut dapat ia gunakan untuk mengangkat bata bekas ke luar rumahnya.  

Senenglah gitu, Alhamdulillah, ada yang ngasi gitu. Makasi pada Habitat dan BCA Life yang udah kasi peralatan buat bongkar rumah. Pokoknya kalau ga ada Habitat ya ga tau lah.”, tutupnya.  

Setelah apa yang terjadi, Susi tetap kuat dan tidak putus asa. Ia bahkan terus berupaya menguatkan anaknya yang merasa trauma. Ya kasihan sama anak-anak, saya katakan sabar.. Susi menyadari bahwa tidak hanya ia merasakan kesulitan tersebut tetapi juga semua orang di sekitarnya.