Cilegon, 14 Agustus 2025 – Habitat for Humanity Indonesia bersama POSCO dan KRAKATAU POSCO kembali berkolaborasi dalam program “2025 POSCO 1% Foundation Echo Village” yang berlangsung pada 10-14 Agustus 2025 di Kecamatan Ciwandan dan Citangkil, Kota Cilegon. Sebanyak 44 peserta yang terdiri dari 24 relawan POSCO Korea dan 20 staf PT Krakatau POSCO berpartisipasi aktif dalam rangkaian kegiatan. Program ini merupakan bagian dari kolaborasi berkelanjutan yang telah terjalin selama lebih dari satu dekade antara POSCO dan Habitat untuk membantu meningkatkan kualitas hidup masyarakat berpenghasilan rendah.
Tahun ini, kegiatan difokuskan pada pembangunan enam rumah layak huni ramah lingkungan bagi keluarga berpenghasilan rendah di Kubangsari, Tegal Ratu, dan Samangraya. Rumah-rumah tersebut menggunakan dinding eco-brick dari limbah plastik, dilengkapi sistem penampungan air hujan (rainwater harvesting), serta septic tank dan soak pit untuk memastikan sanitasi yang aman. Desain rumah memenuhi indikator rumah layak menurut Kementerian PUPR dan rumah sehat menurut Kementerian Kesehatan, dengan struktur yang aman, ventilasi memadai, pencahayaan alami, serta ruang yang cukup untuk privasi keluarga.
Tak hanya fokus pada pembangunan rumah dan pelatihan, kegiatan ini juga mencakup renovasi fasilitas pendidikan, pelatihan manajemen rumah sehat dan Building Back Safer (BBS) untuk 50 peserta. Program ini juga memperkuat ketangguhan bencana masyarakat di Kelurahan Samangraya dengan melatih 50 anggota Tim Siaga Bencana Kelurahan (TSBK) dan memfasilitasi pengajuan status Kelurahan Tangguh Bencana (KALTANA) ke BNPB. Upaya ini diharapkan dapat memberikan akses pada dukungan, sumber daya, dan pendanaan resmi dalam penanggulangan bencana, sekaligus membangun kesadaran dan kapasitas masyarakat untuk menghadapi risiko di masa depan.
Puncak kegiatan berlangsung pada 14 Agustus 2025 dengan seremoni penyerahan kunci rumah dan pigura sebagai simbolis penyerahan rumah kepada keluarga penerima manfaat, kemudian dilanjutkan dengan pertunjukan budaya pencak silat oleh masyarakat setempat dan seni tari yang dibawakan langsung oleh relawan dari Korea.
Wakil Wali Kota Cilegon, Fajar Hadi Prabowo, menyampaikan apresiasinya atas kolaborasi ini. “Kami mengucapkan terima kasih kepada POSCO dan Habitat for Humanity atas program pembangunan rumah layak huni untuk warga Cilegon. Program ini sangat bersinergi dengan inisiatif pemerintah. Semoga Cilegon dapat mengikuti jejak POSCO dan Habitat agar bisa membangun lebih banyak rumah layak huni untuk warga Cilegon,” ujarnya.
Sementara itu, Abraham Tulung, General Manager Resource Development Habitat for Humanity Indonesia, menyatakan apresiasinya kepada POSCO, “Kami benar-benar menghargai kerja sama yang sudah terjalin lama dengan POSCO. Lewat kolaborasi ini, ada banyak keluarga yang merasakan perubahan nyata dalam hidup mereka. Kami berharap kerjasama ini terus berlanjut dan makin banyak orang tergerak untuk ikut mewujudkan rumah yang aman dan sehat.”
Program 2025 POSCO 1% Foundation Echo Village menjadi bukti bahwa sinergi lintas negara dapat menghadirkan perubahan nyata. Dengan semangat gotong royong dan kepedulian, kegiatan ini menanamkan optimisme bagi masa depan keluarga penerima manfaat di Cilegon. Sesuai dengan visi Habitat for Humanity bahwa setiap orang berhak atas tempat tinggal yang layak, program ini berupaya mewujudkan harapan tersebut menjadi kenyataan.
Hari itu, Ibu Uri (54) tak dapat menyembunyikan rasa syukurnya. Setelah lebih dari tiga puluh tahun menanti, akhirnya ia memiliki sanitasi yang layak seperti kebanyakan keluarga lainnya. Matanya berkaca-kaca saat berdiri di depan bangunan mungil berwarna oranye yang kini berdiri kokoh di dalam rumah. “Ibu enggak pernah nyangka, baru kali ini bantuan untuk keluarga Ibu benar-benar nyata melalui pembangunan WC ini,” ucapnya pelan, seolah masih tak percaya.
Selama lebih dari tiga dekade, Uri tinggal bersama putri semata wayangnya, Ella (30), dalam kondisi sanitasi yang jauh dari kata layak. Untuk mandi, mereka menggunakan ruang seadanya, hanya beralaskan plester semen. Sementara untuk buang air besar, mereka berbagi jamban sederhana berbahan kayu dan terpal plastik tanpa atap dengan empat keluarga lainnya. “Waktu dulu banyak enggak senangnya, Ujang. Takut kalau harus buang air malam-malam. Anak-anak minta ditemenin terus,” kenangnya.
Cerita pilu itu juga membekas dalam ingatan Ella yang kini telah berkeluarga dan memiliki dua anak berusia sembilan dan lima tahun. Ia masih mengingat jelas momen saat sedang hamil anak keduanya. “Pernah waktu itu saya kepeleset karena licin. Kaki saya masuk ke dalam jambannya, sampai rubuh kayunya juga. Takut banget saya, nangis seada-adanya,” kisahnya.
Kondisi toilet keluarga Ibu Uri yang tidak layak sebelum dibangun oleh Habitat for Humanity Indonesia di Rajeg, Kabupaten Tangerang (24/7). Foto: HFHI/Kevin Herbian
Musim hujan jadi momok tambahan. Lubang jamban yang meluap kerap mencemari halaman, menyebarkan bau menyengat dan memicu rasa malu. “Sering bau, apalagi kalau hujan, bisa banjir ke halaman. Kalau ada tamu, malu banget. Pernah tamu bilang, ‘Kok BAB-nya di empang sih?’ Nah, teteh sama Ibu malu banget,” ujar Ella.
Persoalan sanitasi layak seperti yang dialami keluarga Uri dan Ella bukanlah kasus tunggal. Menurut data BPS 2024, sebanyak 89,38 persen keluarga di Kabupaten Tangerang memiliki akses terhadap toilet layak. Artinya, masih ada sekitar 10,62 persen keluarga yang belum memiliki fasilitas sanitasi memadai.
Faktor ekonomi menjadi penghalang utama. Uri yang dulu bekerja sebagai buruh sampah, kini tak lagi mampu bekerja karena penyakit pernapasan. Sementara penghasilan keluarga hanya bersumber dari Ella yang bekerja sebagai buruh harian di pabrik produksi toples dengan upah sekitar Rp67.000,- per hari. Pendapatan ini pun habis untuk kebutuhan dasar seperti beras dan uang saku anak. Suami Uri, Acin, telah berpulang sejak Ella berusia delapan tahun.
“Kalau bikin toilet mah, enggak akan pernah kebangun, Ujang. Boro-boro, buat makan aja susah,” tutur Uri lirih. Lalu ia menambahkan dengan nada penuh harap, “Saya tuh kepingin kaya orang-orang punya toilet yang bagus. Biar enggak malu lagi.”
Ella, putri Ibu Uri, menunjukkan lokasi tempat ia pernah terjatuh saat menggunakan jamban di belakang rumahnya di Rajeg, Kabupaten Tangerang (24/7). Foto: HFHI/Kevin Herbian
Namun, kehidupan memang menyimpan kejutan. Kabar baik akhirnya datang ke pintu rumah Uri. Habitat for Humanity Indonesia bersama PT Mitra Pinasthika Mustika Tbk (MPM) membangun toilet untuk keluarga Uri dan lima keluarga lainnya yang memiliki kondisi serupa di Kecamatan Rajeg, Kabupaten Tangerang.
Uri mengingat momen saat material bangunan pertama kali diantar ke rumahnya. “Ibu bersyukur sekali, Ujang. Ibu enggak pernah nyangka, apalagi waktu itu pertama kali barang material beneran datang ke rumah. Ibu kira ini bohongan ternyata beneran,” ucapnya sambil tersenyum lebar, menunjuk dinding toilet barunya yang berwarna oranye cerah.
Ibu Uri membersihkan lantai toilet setelah Habitat for Humanity Indonesia dan PT Mitra Pinasthika Mustika Tbk merenovasi fasilitas tersebut menjadi layak di Rajeg, Kabupaten Tangerang (24/7). Foto: HFHI/Kevin Herbian
Toilet itu bukan sekadar bangunan. Ia mengubah pola hidup, memperbaiki kebiasaan, dan menghadirkan rasa aman. “Senangnya bukan main. Banyak perubahan, mulai dari kebiasaan sehari-hari sampai hidup kami yang jauh lebih bersih dan sehat,” ujar Ella penuh semangat.
Tak ada lagi cerita takut keluar malam untuk buang air, tak ada lagi jamban meluap dan bau menyengat, dan yang paling penting, tak ada lagi rasa malu. “Anak-anak sekarang jauh lebih bersih, Mas. Jadi lebih sering mandi. Alhamdulillah, sekarang juga udah enggak pernah dia mengeluh bau atau gatal-gatal kaya sebelumnya,” ujar Ella dengan wajah berbinar.
Potret kebahagiaan keluarga Ibu Uri setelah Habitat for Humanity Indonesia dan PT Mitra Pinasthika Mustika Tbk membangun toilet layak di kediaman mereka di Rajeg, Kabupaten Tangerang (24/7). Foto: HFHI/Kevin Herbian
Di balik dinding toilet sederhana itu, tumbuh harapan baru. Uri kini punya mimpi untuk memperbaiki rumahnya perlahan-lahan. “Pengennya benerin rumah, kan WC-nya udah bagus, sekarang tinggal rumahnya pelan-pelan mau dibagusin lagi,” ucapnya, memandangi rumah kecil yang jadi tempat berlindung keluarganya.
Bagi sebagian keluarga, toilet mungkin tampak sederhana. Tapi bagi keluarga seperti Uri dan Ella, memiliki sanitasi yang layak adalah mimpi besar yang akhirnya jadi nyata. Toilet itu menjadi simbol harga diri, kenyamanan, dan kesehatan.
Dari kisah keluarga kecil ini, kita diajak untuk menyadari bahwa perubahan besar sering kali dimulai dari kebutuhan paling mendasar yakni, akses terhadap sanitasi yang layak. Dukung lebih banyak keluarga seperti Ibu Uri melalui: habitatindonesia.org/donate
Yogyakarta, 2 Agustus 2025 – Di balik hijaunya perbukitan Nglipar, Gunungkidul, tersimpan kisah nyata tentang perjuangan masyarakat Desa Pengkol menghadapi kekeringan. Setiap tetes air bersih begitu berharga, bukan hanya untuk kebutuhan harian, tapi juga sebagai benteng pertama untuk menjaga kesehatan keluarga dan masa depan anak-anak mereka.
Namun, air bukan hanya sekadar soal ketersediaan. Ini juga tentang kesadaran, pengetahuan, dan aksi nyata. Inilah semangat yang dihadirkan dalam kegiatan yang bertajuk “Air Bersih, Hidup Sehat: Bersama Menjaga Air untuk Masa Depan Nglipar” pada Sabtu, 2 Agustus 2025. Lebih dari 200 warga mulai dari anak-anak, ibu rumah tangga, tokoh masyarakat, hingga pemuda karang taruna, berkumpul di Kantor Kalurahan Desa Pengkol untuk mengikuti serangkaian acara edukatif, interaktif, dan menyenangkan.
Pagi dimulai dengan senam Germas yang membakar semangat sekaligus menjadi pengingat bahwa tubuh sehat dimulai dari gerakan kecil. Anak-anak pun antusias mengikuti lomba mewarnai bertema hygiene, sementara para orang dewasa diajak menjelajahi booth pembelajaran tentang perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), seperti pengelolaan air bersih dan praktik cuci tangan yang benar.
Masing-masing booth dikemas dengan cara yang mudah dipahami, lengkap dengan permainan interaktif dan kuis yang menghibur. Tak hanya menambah ilmu, peserta yang telah menyelesaikan kuis juga mendapatkan hygiene kit sebagai bentuk apresiasi.
Ibu Tini, salah satu anggota pengelola Perpusdes Balai Pintar Desa Pengkol menyampaikan antusiasnya pada kegiatan ini, “Kegiatan hari ini sangat menyenangkan. Anak-anak semuanya senang bisa ikut lomba mewarnai dan mendengar dongeng, ibu-ibu dan bapak-bapak juga senang bisa ikut kuis di booth PHBS dan dapat hadiah hygiene kit. Semoga Habitat bisa terus mengadakan kegiatan seperti ini yang bermanfaat bagi masyarakat, khususnya Desa Pengkol.”
Kegiatan ini bukan hanya tentang edukasi. Ini adalah ruang bersama untuk membangun kebiasaan baru, menumbuhkan rasa peduli, dan menumbuhkan kesadaran kolektif; air bersih adalah tanggung jawab kita semua, pola hidup bersih dan sehat bisa dimulai dari rumah, perubahan besar selalu diawali dari langkah kecil.
“Kalau di kampung itu kan kami cuci tangan suka gak benar ya, usek-usek tok. Tapi dari kegiatan ini kami diingatkan lagi bagaimana cuci tangan yang benar jadi bisa terhindar dari penyakit-penyakit,” ujar Ibu Masikem, warga Desa Pengkol.
Habitat for Humanity Indonesia bekerja sama dengan tokoh masyarakat, relawan, dan komunitas lokal untuk memastikan kegiatan ini memberikan dampak nyata. Termasuk dalam upaya menemukan bibit-bibit pemimpin lokal yang nantinya dapat menjadi WASH Champion, penggerak perubahan dari dalam komunitas sendiri. Karena kami percaya, rumah yang layak, air yang bersih, dan lingkungan yang sehat adalah hak semua orang.
Dari satu desa kecil, kita bisa menyalakan inspirasi besar. Dari satu langkah kecil, kita bisa menciptakan masa depan yang lebih bersih dan lebih sehat bagi generasi hari ini dan esok.
Potret keluarga Dewy Loek di halaman rumah layak huni mereka, yang dibangun bersama Habitat for Humanity Indonesia dan PT Arthawenasakti Gemilang di Kupang Timur, Nusa Tenggara Timur. Foto: HFHI/Kupang Site Project
“Jauh berbeda… saya tidak perlu menunduk lagi saat masuk rumah karena rumah kami yang kecil. Rumah ini lebih dari layak dan bagus sekali, ini keberkahan yang teramat besar untuk keluarga saya.”
Begitulah yang disampaikan Pak Dewy Loek, dengan sorot mata penuh rasa syukur, saat ditemui tim Habitat for Humanity Indonesia di rumah barunya yang berdiri kokoh di Kupang Timur, Nusa Tenggara Timur. Ucapannya datang dari hati yang telah lama menahan harap. Sore itu, tim Habitat Indonesia tidak hanya berbincang tentang bangunan, tapi tentang hidup yang perlahan berubah.
Bagi Pak Dewy, rumah ini adalah jawaban dari doa yang dipanjatkan selama bertahun-tahun. Sebelumnya, ia tinggal bersama istri dan dua anaknya di sebuah bangunan sederhana berbentuk persegi dengan lantai tanah, berdinding pelepah lontar, dan beratap alang-alang. Tak ada sekat, tak ada ventilasi, apalagi kamar mandi. Semua aktivitas dilakukan dalam satu ruangan sempit yang harus dibagi bersama.
Saat musim kemarau, udara di dalam rumah terasa pengap dan panas menyengat. Tidak ada jendela yang bisa mengalirkan udara atau angin. Anak-anaknya sering kali terbangun karena tak tahan dengan hawa gerah. Namun saat musim hujan, kondisi menjadi jauh lebih sulit. Atap bocor di mana-mana, air masuk ke dalam rumah, dan lantai berubah menjadi lumpur. Tak jarang mereka harus memindahkan anak-anak dari tempat tidur di tengah malam karena kasur ikut basah.
Rasa khawatir itu datang setiap hari. Pak Dewy tahu, rumah seperti itu bukan tempat yang aman untuk membesarkan anak-anak. Tapi sebagai buruh tani dan nelayan, ia tak punya banyak pilihan. Tabungan yang sedikit demi sedikit dikumpulkan pun habis hanya untuk memperbaiki kerusakan yang tak pernah selesai. Di tengah keterbatasan, satu-satunya yang bisa ia lakukan hanyalah berdoa yang ia panjatkan setiap waktu.
Yesi Saketu, istri dari Bapak Dewy Loek, berdiri di pintu depan rumah tidak layak huni miliknya sebelum menerima dukungan program rumah layak huni dari Habitat for Humanity Indonesia di Kupang Timur, Nusa Tenggara Timur. Foto: HFHI/Kupang Site Project
Potret keluarga Dewy Loek di halaman rumah layak huni mereka, yang dibangun bersama Habitat for Humanity Indonesia dan PT Arthawenasakti Gemilang di Kupang Timur, Nusa Tenggara Timur. Foto: HFHI/Kupang Site Project
Sampai akhirnya, uluran tangan datang menjangkau. Melalui dukungan dari Habitat for Humanity Indonesia dan PT Arthawenasakti Gemilang, rumah baru pun dibangun. Rumah dengan dua kamar tidur, toilet layak, dan struktur yang kokoh. Dinding berwarna kuning cerah kini menggantikan pelepah dan alang-alang yang dulu menjadi pelindung mereka dari panas dan hujan.
“Saya sendiri masih belum percaya,” kata Pak Dewy. “Rumah ini nyaman sekali. Anak-anak senang, mereka punya kamar sendiri. Tidak ada lagi cerita kasur basah atau tidur kegerahan.”
Selama proses pembangunan, Pak Dewy tidak tinggal diam. Ia terlibat membantu tukang, mengangkat bahan bangunan, ikut menyiapkan makanan semampunya. Semua itu ia lakukan dengan semangat besar meski kondisi ekonomi keluarga masih terbatas. Baginya, rumah ini adalah hadiah yang ingin ia berikan sendiri untuk istri dan anak-anaknya.
Kini, rumah itu berdiri dengan kokoh dan memberi banyak perubahan. Anak-anak bisa bermain dan belajar tanpa rasa takut. Istrinya, Yesi Saketu, juga merasa hidup lebih tenang. Mereka kini punya toilet bersih di dalam rumah, berbeda jauh dari kondisi dulu ketika harus buang air di tempat terbuka tanpa perlindungan. Rumah ini membawa kesehatan, kenyamanan, dan rasa aman yang tak pernah mereka rasakan sebelumnya.
Tak hanya itu, untuk pertama kalinya, Pak Dewy mulai bisa menabung. Penghasilan yang sebelumnya habis untuk memperbaiki rumah kini bisa disisihkan demi pendidikan anak-anaknya. Ia menatap masa depan dengan keyakinan baru, dengan hati yang tak lagi dipenuhi rasa cemas.
Keluarga Dewy Loek bersenda gurau di halaman rumah layak huni mereka, yang dibangun bersama Habitat for Humanity Indonesia dan PT Arthawenasakti Gemilang di Kupang Timur, Nusa Tenggara Timur. Foto: HFHI/Kupang Site Project
Bagi keluarga Dewy, rumah ini bukan sekadar bangunan. Ini adalah titik awal kehidupan yang lebih baik. Tempat di mana anak-anak bisa tumbuh, belajar, dan bermimpi. Tempat di mana sepasang suami istri bisa beristirahat tanpa rasa takut akan atap yang runtuh atau lantai yang tergenang air.
Dan sampai hari ini, Dewy tetap memanjatkan doa. Tapi kini bukan lagi untuk dirinya sendiri. Ia berdoa agar saudara-saudaranya yang lain, yang masih hidup dalam bayang-bayang atap rapuh dan dinding retak, juga diberkati dengan rumah yang layak. Rumah yang bisa menjadi tempat berlabuh harapan, seperti rumah yang kini ia miliki.
Kisah Pak Dewy adalah satu dari banyak suara yang selama ini terpendam dalam rumah-rumah yang tak layak. Suara yang kini mulai terdengar ketika ada yang peduli, ketika ada yang memilih untuk bertindak. Masih banyak keluarga lain yang menunggu harapan yang sama, tempat tinggal yang aman, sehat, dan layak untuk tumbuh bersama orang-orang tercinta.
Jika kisah ini menyentuhmu, kamu juga bisa menjadi bagian dari perjalanan perubahan ini. Temukan caranya di habitatindonesia.org/donate, karena rumah yang layak seharusnya bukan menjadi impian, melainkan kenyataan untuk semua keluarga.
Habitat for Humanity Indonesia bersama PT Bumi Resources Tbk hadirkan akses air bersih bagi 200 keluarga dan delapan fasilitas umum, demi mendukung kehidupan yang lebih sehat dan bermartabat.
Iah Muliati bersama putrinya sedang mencuci pakaian menggunakan fasilitas akses air bersih yang telah dibangun oleh Habitat for Humanity Indonesia dan PT Bumi Resources Tbk di Kampung Wangun 2, Bogor (9/7). Foto: HFHI/Kevin Herbian
Matahari pagi menyapa hangat Kampung Wangun 2, sebuah permukiman kecil di Desa Karang Tengah, Kecamatan Babakan Madang, Kabupaten Bogor. Sinar lembutnya menembus sela-sela dedaunan, menari-nari di atas genting rumah-rumah warga, sebelum akhirnya jatuh perlahan ke wajah seorang ibu yang tengah menunduk mencuci pakaian bersama anak perempuannya.
Iah Muliati namanya. Di bawah gemercik air yang mengalir dari kran rumahnya, senyum Muliati mengembang lebar. Hari itu terasa berbeda. Ada ketenangan yang sulit ia sembunyikan dan di balik matanya yang berbinar, tumbuh keyakinan bahwa masa depan anak-anaknya akan jauh lebih baik.
Sudah lama sekali Muliati mendambakan momen seperti ini. Bertahun-tahun, air bersih menjadi kemewahan yang sulit dijangkau di kampungnya. Padahal, mereka tinggal di daerah yang tampaknya subur dan hijau, dikelilingi oleh perbukitan yang seharusnya menjadi sumber kehidupan. Namun nyatanya, untuk mendapatkan air bersih saja, warga harus berjibaku dengan sistem distribusi yang tidak menentu. Muliati tersenyum dan berkata, “Ibu bersyukur sekarang punya air bersih yang mengalir langsung ke kran rumah Ibu. Airnya kenceng, bening, engga keruh kayak sebelumnya.”
Cerita tentang Muliati adalah satu dari sekian banyak kisah warga Kampung Wangun 2 yang selama ini bergelut dengan persoalan mendasar yaitu akses terhadap air bersih. Sumber mata air yang mereka miliki dikelola secara swadaya, dengan pipa-pipa plastik seadanya yang dipasang tanpa perencanaan matang. Sistemnya tidak terkoordinasi dengan baik. Aksesnya pun tidak merata. Ada yang mendapat limpahan air, tetapi tak sedikit pula yang harus sabar menunggu giliran atau bahkan tidak mendapat sama sekali.
Aliran sungai kecil yang menjadi sumber mata air warga Kampung Wangun 2, Bogor (9/1). Sumber mata air ini dikelola secara mandiri tanpa perencanaan matang dengan menggunakan pipa-pipa plastik, sehingga distribusi air tidak merata ke seluruh warga. Foto: HFHI/Kevin Herbian
“Di sini untuk air itu sangat susah, Mas, apalagi ditambah musim kemarau,” cerita Muliati, mengenang masa-masa paling sulit yang harus dilalui. Ia lalu menambahkan, “Adanya air itu tidak merata. Jadi sebagian enggak dapat, yang sebagian lagi dapat tapi itu juga airnya sedikit banget.”
Muliati tak akan pernah lupa bagaimana ia dan keluarganya pernah harus bertahan tanpa air selama empat hari. Dengan suara pelan, Muliati bercerita, “Ibu sekeluarga juga ngalamin enggak ada air selama empat hari. Terpaksa ibu harus ngeluarin uang untuk beli dua air galon, lima ribu per galonnya. Uang sepuluh ribu ini seharusnya bisa dipakai untuk beli beras, tapi karena enggak ada air jadi uang beli berasnya terpaksa dipotong.”
Bagi keluarga seperti Muliati, situasi itu sangat memukul ekonomi rumah tangga. Air menjadi kebutuhan mahal. Ironisnya, sulit dijangkau meski tinggal dekat dengan alam. Mereka harus berhemat, menampung air jika tersedia, dan tetap memenuhi kebutuhan hidup dari minum hingga memasak dan mencuci.
Tim Habitat for Humanity Indonesia melakukan pendataan dan mendengarkan aspirasi warga Kampung Wangun 2, Bogor, terkait keterbatasan akses air bersih (17/4). Foto: HFHI/Kevin Herbian
Namun pada awal tahun 2025, angin perubahan mulai berembus ke Kampung Wangun 2. Habitat for Humanity Indonesia berkolaborasi dengan PT Bumi Resources Tbk berupaya menghadirkan program penyediaan akses air bersih.
Ini bukan sekadar bantuan satu arah. Ratusan warga dilibatkan secara aktif, mulai dari tahap survei, pendataan kebutuhan, hingga proses pembangunan infrastruktur air bersih.
Gotong royong menjadi semangat utama dalam program ini. Warga bersama-sama membangun empat bak utama yaitu bak intake, bak pengolahan, bak pemecah tekan, dan bak reservoir. Mereka juga menyambungkan jaringan pipa HDPE (High-Density Polyethylene) berukuran dua inci, satu inci, dan setengah inci sepanjang lebih dari delapan kilometer dari mata air hingga ke setiap rumah yang tersebar di empat RT.
Gotong royong warga Kampung Wangun 2, Bogor, menyambungkan pipa HDPE dalam upaya penyediaan akses air bersih (2/5). Foto: HFHI/Kevin Herbian
Kini, air bersih telah mengalir ke lebih dari 200 sambungan rumah dan 8 fasilitas umum seperti empat mushola, dua majelis, satu masjid, dan satu sekolah yang digunakan oleh ratusan siswa setiap hari. Setiap tetes air yang keluar dari meteran berwarna kuning menjadi bukti nyata kerja keras dan kebersamaan warga.
Bagi PT Bumi Resources Tbk, keberhasilan ini bukan hanya soal angka atau jumlah sambungan yang tercapai. Lebih dari itu, ini adalah bentuk nyata dari komitmen perusahaan dalam mendukung kehidupan yang lebih layak dan berkelanjutan bagi masyarakat.
“Kami percaya bahwa akses terhadap air bersih adalah hak dasar setiap manusia. Melalui kerja sama ini, kami ingin memastikan bahwa kontribusi perusahaan bisa memberi dampak langsung bagi kehidupan masyarakat, terutama di desa-desa yang sebelumnya menghadapi kesulitan akses air,” ujar Tofan Wibisono, Senior Manager Sustainability and CSR PT Bumi Resources Tbk saat memberikan sambutan acara penutupan Program Penyediaan Akses Air Bersih di Kampung Wangun 2, Bogor pada Kamis (17/7/2025).
Ia menambahkan, kolaborasi semacam ini bukan hanya tentang memberikan bantuan, tetapi tentang membangun kepercayaan dan kemandirian. “Kami sangat mengapresiasi semangat gotong royong yang ditunjukkan warga Kampung Wangun 2. Ini menunjukkan bahwa ketika komunitas dilibatkan sejak awal, hasilnya bisa jauh lebih berkelanjutan dan berdaya,” lanjutnya.
Simbolis penyerahan fasilitas akses air bersih oleh PT Bumi Resources Tbk kepada Komite Air Sejahtera Bersama di Kampung Wangun 2, Bogor (17/7). Foto: HFHI/Edwyn Tarore
Project Coordinator Habitat Indonesia, Haifa Nadira, menekankan bahwa program ini tidak hanya berfokus pada pembangunan fisik. Ia mengatakan, “Sebagian besar infrastruktur dibangun sendiri oleh warga. Kami ingin memastikan bahwa mereka tak hanya menjadi penerima manfaat, tapi juga pengelola utama keberlanjutan sistem air ini.”
Untuk mendukung keberlanjutan itu, dibentuklah Komite Air Sejahtera Bersama yang terdiri dari tiga belas warga terpilih. Mereka bekerja tanpa bayaran, menjaga sistem, mengelola tarif, dan memastikan distribusi air berjalan lancar setiap hari. Bagi komite, tanggung jawab ini bukan sekadar tugas teknis, tetapi juga bentuk komitmen terhadap masa depan desa.
Eman, ketua komite, menuturkan, “Kami sadar, punya fasilitas bukan berarti selesai. Yang penting justru bagaimana kami menjaganya. Kami rutin mengecek pipa, memastikan tidak ada kebocoran, dan mengingatkan warga untuk menggunakan air dengan bijak. Harapan kami, fasilitas ini bisa tetap berfungsi puluhan tahun ke depan, asalkan dirawat bersama-sama.”
Tim Komite Air Sejahtera Bersama melakukan pengecekan rutin fasilitas akses air bersih yang telah dibangun Habitat for Humanity Indonesia dan PT Bumi Resources Tbk di Kampung Wangun 2, Bogor (9/7). Foto: HFHI/Kevin Herbian
Tak berhenti di sana, program ini juga menyentuh aspek edukasi dan perubahan perilaku. Habitat Indonesia mengadakan pelatihan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) bagi dua ratus keluarga penerima manfaat. Dalam pelatihan ini, warga diajak bermain ular tangga bertema sanitasi, belajar enam langkah mencuci tangan, dan mengikuti kuis interaktif tentang mitos dan fakta kebersihan. Edukasi ini dirancang menyenangkan agar mudah diterima dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Tami, salah satu warga yang mengikuti pelatihan, merasakan sendiri manfaatnya. “Saya sekarang lebih paham tentang kebersihan keluarga. Ternyata hal-hal kecil yang selama ini saya anggap sepele berdampak besar. Misalnya, cara mencuci tangan yang benar atau cara menyimpan air minum yang higienis. Saya akan lebih berhati-hati menjaga kebersihan di rumah agar anak-anak tidak mudah sakit,” ujarnya.
Program ini juga mengajarkan warga tentang konservasi lingkungan. Sebanyak 70 pohon ditanam di sekitar mata air, bak penampung, dan kawasan pemukiman. Langkah ini menjadi bentuk tanggung jawab ekologis untuk menjaga keberlangsungan mata air dan mencegah risiko erosi serta kekeringan di masa depan.
Tak ketinggalan, Habitat Indonesia juga menerjunkan tim enumerator ke lapangan untuk melakukan survei sosial dan teknis secara langsung. Mereka memastikan bahwa semua intervensi yang dilakukan benar-benar menjawab kebutuhan warga dan mampu memberikan dampak yang berkelanjutan.
Antusiasme warga Kampung Wangun 2, Bogor, saat mengikuti pelatihan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) (2/5). Foto: HFHI/Kevin Herbian
Apa yang terjadi di Kampung Wangun 2 merupakan kelanjutan dari keberhasilan program sebelumnya di Kampung Wangun Cileungsi. Sebanyak 152 rumah dan 7 fasilitas umum telah lebih dulu menerima akses air bersih.
Kepala Desa Karang Tengah, Suhandi Widipranata, turut menyampaikan rasa terima kasihnya atas keberlanjutan program yang telah membawa perubahan nyata di desanya. “Ini sudah yang kedua kalinya Habitat dan Bumi Resources hadir menjawab persoalan air bersih di wilayah kami. Saya sangat bersyukur karena kehadiran program ini benar-benar berdampak besar bagi warga. Harapan saya, fasilitas yang sudah dibangun ini bisa terus dijaga bersama agar manfaatnya bisa dirasakan hingga generasi cucu-cucu kami nanti,” ujarnya penuh harap.
Masa Depan Dimulai
Bagi Muliati, perubahan yang terjadi hari ini sangatlah nyata. Ia menceritakan dengan antusias, “Yakan enak tuh kalau udah ada air seperti ini. Ibu pakai buat nyuci, buat mandi, buat direbus juga airnya bagus. Layak dikonsumsi, soalnya kata Pak RT airnya udah diuji lab.” tuturnya. “Sekarang ibu udah enggak perlu ngeluarin uang lagi. Ibu bisa pakai untuk keperluan lain, bahkan sedikit menabung.”
Matanya menerawang jauh. Muliati membayangkan masa depan yang lebih ringan, di mana anak-anak dan cucunya tak lagi harus bersusah payah hanya untuk mendapatkan air bersih. “Ibu yakin air ini berkah. Untuk anak-anak Ibu nanti juga.”
Apa yang dilakukan oleh Habitat for Humanity Indonesia dan PT Bumi Resources Tbk di Desa Karang Tengah bukan sekadar pembangunan infrastruktur. Ini adalah investasi jangka panjang bagi kehidupan. Setiap tetes air yang kini mengalir dari kran bukan hanya menjawab kebutuhan fisik, tetapi juga menyuburkan harapan, menyehatkan generasi, dan menumbuhkan semangat gotong royong sebagai fondasi sosial yang kokoh.
Dari kaki perbukitan Kampung Wangun 2, kita belajar satu hal yang sederhana tapi mendalam. Bahwa perubahan besar bisa dimulai dari sesuatu yang paling mendasar yaitu air bersih. Dan dari air yang jernih itu, mengalir pula masa depan yang lebih sehat, lebih adil, dan lebih manusiawi.
Tangerang, 19 Juli 2025 – Setelah sukses digelar di Bale Kota Mall Tangerang pada 12 Juli 2025, Habitat for Humanity Indonesia kembali menyelenggarakan Job Fair Bidang Konstruksi pada Sabtu, 19 Juli 2025, kali ini bertempat di Aula Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kabupaten Tangerang.
Kegiatan ini merupakan bagian dari program strategis yang didukung oleh Habitat for Humanity Germany dan Federal Ministry for Economic Cooperation and Development (BMZ), dalam rangka memperluas akses ketenagakerjaan di sektor konstruksi bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
Belasan perusahaan konstruksi nasional dan lokal turut berpartisipasi, di antaranya PT Reka Mulia Konstruksi (Rekon), Pulau Intan, sejasa.com, CK Helmer, dan masih banyak lagi. Acara ini terbuka bagi pencari kerja di sektor konstruksi, terutama profesi tukang bangunan, serta mencakup posisi lain seperti teknisi listrik, drafter, site engineer, welder, tenaga administratif, dan HSE.
Kegiatan ini merupakan kelanjutan dari pelatihan dan sertifikasi tenaga kerja konstruksi yang telah dilaksanakan Habitat for Humanity Indonesia sepanjang 2023–2024. Sebanyak 581 peserta telah berhasil mendapatkan sertifikasi keterampilan nasional dan siap memasuki dunia kerja.
Kepala Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Tangerang, Rudi Lesmana, turut hadir dalam acara ini dan menyampaikan apresiasinya terhadap inisiatif Habitat. “Terima kasih kepada Habitat, kami sangat mengapresiasi kolaborasi ini karena memberikan peluang nyata bagi masyarakat kami untuk mendapatkan pekerjaan yang layak. Ini adalah langkah strategis dalam menekan angka pengangguran di Kabupaten Tangerang. Harapan kami, kegiatan seperti ini dapat terus berlanjut dan menjadi solusi konkret dalam peningkatan penyerapan tenaga kerja di daerah,” ujarnya.
Sementara itu, Rizal Zulkifli, BMZ Project Manager Strategic Alliance Habitat for Humanity Indonesia, menjelaskan bahwa job fair ini menjadi penghubung antara lulusan pelatihan dan kebutuhan industri. “Kami ingin memastikan bahwa para alumni pelatihan tidak hanya memiliki keterampilan, tetapi juga akses langsung ke peluang kerja. Harapan kami, sertifikat BNSP yang telah mereka peroleh dapat menjadi pintu masuk menuju pekerjaan yang lebih stabil, sehingga dapat memperkuat ekonomi keluarga mereka,” tuturnya.
Habitat for Humanity Indonesia percaya bahwa pembangunan yang inklusif dimulai dari pemberdayaan masyarakat. Melalui kolaborasi lintas sektor, Habitat terus menciptakan ruang bagi warga untuk tumbuh, bekerja, dan berkontribusi bagi masa depan yang lebih layak.
Gresik, 5 Juli 2025 – Harapan untuk memiliki rumah yang aman dan layak kini bukan lagi impian bagi 100 keluarga di Kabupaten Gresik. Melalui kolaborasi antara Habitat for Humanity Indonesia dan PT Arthawenasakti Gemilang, sebanyak 100 unit rumah layak huni berhasil dibangun di dua wilayah, yakni Kecamatan Benjeng dan Wringinanom.
Capaian ini ditandai secara simbolis dalam acara penutupan program CSR tahun ketiga PT Arthawenasakti Gemilang, yang digelar di Kantor Desa Sooko, Kecamatan Wringinanom (5/7). Acara ini turut dihadiri oleh Arief Widyastono selaku Senior Kabag Produksi Plant A2 Malang PT Arthawenasakti Gemilang, Soetrisno selaku Kepala Desa Sooko, perwakilan dari Habitat for Humanity Indonesia, serta ratusan warga dan keluarga penerima manfaat.
Menurut data terbaru dari Dinas Cipta Karya, Perumahan dan Kawasan Permukiman Kabupaten Gresik (2023), tercatat ada 6.608 rumah tidak layak huni di wilayah Gresik. Sementara secara nasional, backlog kepemilikan rumah diperkirakan mencapai 15 juta unit pada tahun 2025, menurut pernyataan Wakil Menteri PKP , Fahri Hamzah, yang mengutip data BPS.
Melihat kondisi tersebut, Habitat Indonesia bersama PT Arthawenasakti Gemilang terus memperkuat sinergi dalam upaya mengatasi masalah perumahan tidak layak. Tahun ketiga program ini (2024–2025) membawa sejumlah intervensi penting, tidak hanya dari sisi pembangunan fisik tetapi juga aspek pelatihan dan penguatan masyarakat.
Berikut daftar program dan kegiatan intervensi yang telah dilaksanakan:
Pembangunan 100 unit rumah layak huni baru di Kecamatan Benjeng dan Wringinanom.
Pelatihan rumah sehat dan konstruksi dasar untuk 100 warga penerima manfaat.
Pelatihan dan sertifikasi bagi 30 pekerja konstruksi lokal guna meningkatkan keterampilan dan peluang kerja.
Pelatihan pengelolaan risiko bencana untuk membekali warga menghadapi potensi bencana alam.
Lokakarya bersama Pemerintah Kabupaten Gresik untuk memperkuat koordinasi dan keberlanjutan program.
Workshop pembelajaran bersama pemangku kepentingan sebagai wadah diskusi dampak dan strategi intervensi.
Studi kasus dan pengukuran dampak program untuk evaluasi keberhasilan dan efektivitas.
Studi kerentanan bencana di area sasaran guna merancang intervensi berbasis risiko.
Kegiatan volunteering yang melibatkan 100 karyawan PT Arthawenasakti Gemilang yang turut serta membangun rumah bersama warga.
Intervensi ini dirancang agar pembangunan tidak hanya berfokus pada fisik rumah, tetapi juga mengarah pada kemandirian, stabilitas ekonomi, dan peningkatan kesejahteraan masyarakat penerima manfaat.
Foto bersama keluarga penerima manfaat bantuan rumah layak huni dalam acara penutupan program CSR tahun ketiga PT Arthawenasakti Gemilang bersama Habitat for Humanity Indonesia di Desa Sooko, Wringinanom – Gresik (5/7). Foto: HFHI/Budi Ariyanto
Kolaborasi antara PT Arthawenasakti Gemilang dan Habitat for Humanity Indonesia telah berlangsung sejak tahun 2017. Pada fase awal program yang berjalan dari tahun 2017 hingga 2020, kerja sama ini berhasil menghadirkan 90 unit rumah layak huni, menyediakan 30 fasilitas akses air bersih, serta pembangunan 225 unit toilet rumah tangga bagi masyarakat yang membutuhkan.
Komitmen tersebut kemudian berlanjut ke tahun kedua, yakni pada periode 2023 hingga 2024. Di tahap ini, kolaborasi kembali berhasil membangun 80 unit rumah tambahan dan menambah enam fasilitas akses air bersih di Desa Kesambenkulon dan Sooko, Kabupaten Gresik.
Total hingga tahun ketiga, perusahaan ini telah berkontribusi terhadap pembangunan 270 rumah layak dan 36 fasilitas air bersih, menjadikan kolaborasi ini sebagai salah satu praktik CSR berkelanjutan yang memberikan dampak nyata.
Arief Widyastono, perwakilan PT Arthawenasakti Gemilang, menyampaikan rasa syukurnya, “Kami hadir di sini sebagai bagian dari komitmen CSR perusahaan kami. Kami percaya, kebaikan sekecil apa pun jika dilakukan bersama-sama akan membawa dampak besar. Semoga keluarga yang menerima rumah ini dapat menjalani kehidupan yang lebih baik, dan kami berharap sinergi kami dengan Habitat Indonesia dapat terus berlanjut ke masa depan.”
Sementara itu, Soetrisno selaku Kepala Desa Sooko menyampaikan ungkapan tulus dari warganya. “Saya mewakili keluarga-keluarga di desa ini mengucapkan beribu-ribu terima kasih kepada PT Arthawenasakti Gemilang. Dukungan ini telah mengantarkan warga kami menuju kehidupan yang lebih layak.”
Tak kalah menyentuh, Sumarni, salah satu penerima manfaat, menceritakan bagaimana hidupnya berubah. “Ibu bersyukur sekali. Sekarang Ibu punya rumah yang bagus dan layak. Tak ada lagi cerita tentang bocor, becek, atau harus malu numpang ke rumah saudara kalau mau buang air karena enggak punya toilet. Rumah ini benar-benar mengangkat martabat keluarga Ibu.”
Program ini menjadi bukti nyata bahwa kerja sama antara sektor swasta dan lembaga sosial mampu memberikan solusi berkelanjutan bagi persoalan dasar masyarakat. Rumah bukan hanya soal bangunan, tapi tentang memulihkan harapan, membangun martabat, dan menciptakan masa depan yang lebih pasti untuk keluarga-keluarga Indonesia.
Melalui komitmen jangka panjang dan kerja kolaboratif, diharapkan lebih banyak keluarga Indonesia dapat menikmati hak dasar mereka yaitu, tinggal di rumah yang layak dan aman.
Tangerang, 12 Juli 2025 – Habitat for Humanity Indonesia bersama Pemerintah Kabupaten Tangerang dan PT Prudential Life Assurance (Prudential Indonesia) resmi memulai pembangunan 51 unit rumah dari total 110 rumah layak huni dalam program Revitalisasi Kampung Tanjung Kait.
Simbolisasi dimulainya program ini ditandai dengan peletakan batu pertama oleh Bupati Tangerang, Maesyal Rasyid, Program Director Habitat for Humanity Indonesia, Arwin Soelaksono, dan Chief Customer and Marketing Officer Prudential Indonesia, Karin Zulkarnaen, yang berlangsung di Desa Tanjung Anom, Kecamatan Mauk, Kabupaten Tangerang, Banten pada 12 Juli 2025 lalu.
Kampung Tanjung Kait yang terletak di Desa Tanjung Anom, sebuah wilayah pesisir di utara Banten, merupakan tempat tinggal bagi ratusan keluarga berpenghasilan terendah pada desil 1 dan 2, yang sebagian besar bekerja sebagai nelayan. Wilayah ini sudah dihuni lintas generasi dan berdampingan dengan situs bersejarah Klenteng Tjo Soe Kong.
Meski demikian, kondisi sosial dan infrastruktur di kampung ini selama puluhan tahun tertinggal jauh seperti, keberadaan rumah-rumah tidak layak huni, sanitasi minim, air bersih terbatas, dan tingginya kerentanan terhadap bencana.
Melalui program Revitalisasi Kampung Tanjung Kait ini, masyarakat tak hanya mendapatkan rumah baru, tapi juga lingkungan yang lebih sehat dan tertata. Program ini secara holistik merancang penataan kawasan pesisir. Mulai dari pembangunan rumah layak huni, penyediaan infrastruktur dasar seperti akses air bersih, penerangan, jalan lingkungan, hingga fasilitas pendidikan, kesehatan, dan sentra ekonomi berbasis potensi hasil laut lokal.
Salah satu komponen penting dari program ini adalah jaminan kepemilikan tanah melalui sertifikasi legal untuk seluruh keluarga penerima manfaat. Hal ini memberi kepastian hukum dan rasa aman bagi warga untuk menetap dan membangun masa depan tanpa rasa khawatir digusur.
Bupati Maesyal Rasyid menekankan pentingnya kerja sama lintas sektor dalam mewujudkan keadilan sosial. “Terima kasih kepada relawan Habitat Indonesia dan Prudential atas kepeduliannya membangun langsung rumah-rumah untuk keluarga di sini. Ini bukan hanya soal membangun rumah, melainkan soal membangun kehidupan yang lebih layak,” ujar Maesyal dalam sambutannya. Ia juga menambahkan bahwa kehadiran berbagai pihak di program ini membuka jalan bagi masyarakat pesisir untuk lebih mandiri.
Karin Zulkarnaen, menyoroti pentingnya keberlanjutan dalam pembangunan sosial. “Kami tidak hanya membangun rumah, tapi juga harapan dan masa depan. Kami ingin masyarakat hidup lebih sehat dan sejahtera dalam jangka panjang,” ungkapnya.
Sementara itu, Arwin Soelaksono menambahkan bahwa rumah-rumah yang dibangun mengedepankan pendekatan swadaya berbasis komunitas. “Setiap unit berukuran 30 meter persegi, terdiri dari dua kamar tidur, ruang keluarga, dan dapur. Pembangunan dilakukan dengan melibatkan partisipasi aktif warga agar tumbuh rasa kepemilikan dan tanggung jawab bersama terhadap rumah yang dibangun,” jelas Arwin.
Habitat for Humanity Indonesia sendiri telah berhasil membangun lebih dari 1.300 unit rumah di Kecamatan Mauk. Rekam jejak ini menunjukkan komitmen jangka panjang Habitat Indonesia dalam mendampingi masyarakat menghadirkan hunian layak yang aman dan bermartabat.
Kini, program Revitalisasi Kampung Tanjung Kait menjadi simbol nyata bahwa transformasi sosial bisa tercapai melalui kolaborasi yang kuat antara pemerintah, swasta, dan masyarakat. Dengan kerja sama yang berkelanjutan, masa depan yang lebih baik untuk warga pesisir bukan sekadar harapan, melainkan kenyataan yang sedang dibangun bersama.
Tangerang, 12 Juli 2025 – Dalam upaya menciptakan peluang kerja dan meningkatkan daya saing tenaga kerja lokal, Habitat for Humanity Indonesia kembali menunjukkan komitmennya dalam memberdayakan masyarakat melalui sektor konstruksi. Habitat For Humanity Indonesia dan Habitat for Humanity Germany didukung oleh Federal Ministry for Economic Cooperation and Development menyelenggarakan Job Fair Bidang Konstruksi yang berlangsung pada Sabtu, 12 Juli 2025, di Bale Kota Mall Tangerang dan juga akan dilaksanakan pada Sabtu, 19 Juli 2025, di Kantor Dinas Ketenagakerjaan Kabupaten Tangerang.
Acara ini terbuka untuk umum, serta bagi para pekerja konstruksi dari berbagai bidang seperti tukang bangunan, teknisi listrik, drafter, site engineer, welder, hingga admin, HSE, dan lainnya. Lebih dari belasan perusahaan nasional dan lokal di bidang konstruksi turut berpartisipasi, seperti Pulauintan, Modernland, sejasa.com, CK Helmer, GunasLand dan masih banyak lagi.
Kegiatan ini merupakan kelanjutan dari program pelatihan dan sertifikasi yang telah dilakukan Habitat for Humanity Indonesia selama 2023-2024, di mana sebanyak 581 pekerja dari kalangan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) di Kota Tangerang dan Kabupaten Tangerang berhasil tersertifikasi secara nasional di berbagai bidang keterampilan konstruksi.
H. Maryono Hasan, AP., M.Si selaku Wakil Walikota Tangerang, secara resmi membuka kegiatan ini dan menyampaikan apresiasinya atas kolaborasi antara pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat. “Sektor konstruksi adalah penggerak pembangunan dan pencipta lapangan kerja. Kami berharap job fair ini dapat mempertemukan kebutuhan industri dengan potensi SDM lokal, sehingga mampu menekan tingkat pengangguran terbuka di Kota Tangerang,” ujarnya.
Sementara itu, Rizal Zulkifli, selaku BMZ Project Manager Strategic Alliance Habitat for Humanity Indonesia, menegaskan pentingnya kesinambungan antara pelatihan dan penyerapan tenaga kerja. “Job fair ini kami laksanakan sebagai bentuk dukungan nyata agar para alumni pelatihan konstruksi tidak hanya memiliki keterampilan yang tersertifikasi, tetapi juga mendapatkan akses langsung ke peluang kerja. Harapan kami, kegiatan ini dapat menjadi jembatan antara keterampilan yang dimiliki masyarakat dan kebutuhan dunia industri, sehingga memberikan dampak sosial dan ekonomi yang berkelanjutan.”
Habitat for Humanity Indonesia berkomitmen untuk terus menjadi bagian dari solusi berkelanjutan dalam pembangunan kota dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Melalui sinergi dengan pemerintah daerah dan sektor swasta, Habitat akan terus membangun — bukan hanya rumah, tetapi juga masa depan.
Musim kemarau selalu membawa kecemasan bagi warga Kampung Cicadas, Desa Kadumanggu, Kecamatan Babakan Madang, Kabupaten Bogor. Bagi mereka, bukan hanya matahari yang terik, tetapi juga masa ketika air menjadi barang langka. Namun, tahun ini suasana di kampung itu berbeda. Ratusan keluarga menyambut musim kering dengan perasaan yang tidak biasa, perasaan bahagia.
Sejumlah anak-anak bermain air di sekitar menara air bersih yang dibangun oleh Habitat for Humanity Indonesia di Babakan Madang – Bogor (25/6). Foto: HFHI/Kevin Herbian
Sroottt!!!
Suara air bersih yang menyembur dari selang terdengar nyaring di tengah tawa anak-anak yang bermain di bawah sinar matahari. Mereka bermain di sekitar menara air baru yang berdiri kokoh, dibangun oleh Habitat for Humanity Indonesia bersama para dermawan dan relawan. Airnya jernih, tidak berbau, dan mengalir deras tanpa hambatan. Pemandangan ini menjadi penanda bahwa kehidupan di Kampung Cicadas telah berubah.
Tepat di belakang anak-anak itu, Ibu Teti, seorang ibu rumah tangga sekaligus anggota komite pengelola air, sedang mencuci piring dengan tenang. Tangan-tangannya cekatan, namun wajahnya menyiratkan kelegaan yang dalam. “Puluhan tahun saya tinggal di sini, baru kali ini saya merasakan air yang benar-benar bersih dan bisa digunakan kapan pun,” ujar Teti saat ditemui pada 25 Juni 2025 lalu.
Ibu Teti bersama ratusan keluarga lainnya telah lama mendambakan akses air bersih yang layak digunakan untuk kebutuhan sehari-hari. Selama ini mereka hanya bisa mengandalkan aliran sungai yang tercemar untuk mandi, mencuci pakaian dan piring, hingga memasak. Bahkan tak jarang mereka menggunakan air yang berasal dari saluran sawah yang tidak layak konsumsi.
Foto udara aliran sungai di Kampung Cicadas, Babakan Madang – Bogor, yang digunakan warga untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari selama puluhan tahun (25/6). Foto: HFHI/Budi Ariyanto
Kondisi semakin memprihatinkan saat musim kemarau tiba. Warga harus berjalan jauh membawa ember untuk mendapatkan air. Aktivitas ini tidak hanya menguras tenaga, tetapi juga menyita waktu yang seharusnya bisa digunakan untuk bekerja atau mengurus keluarga. Sering kali, air yang berhasil dikumpulkan pun dalam kondisi keruh dan tercemar.
“Waktu itu musim kemarau selama empat bulan, kita semua kerepotan, Pak,” kenang Teti. “Kita bawa-bawa ember besar sampai ke sumber air di sungai yang gede, pakai kendaraan. Capeknya bukan main.” tambahnya.
Teti juga menceritakan bahwa akibat penggunaan air yang tidak bersih, anak-anak di kampungnya kerap mengalami gangguan kulit. Penyakit gatal-gatal dan infeksi menjadi keluhan yang umum terjadi. Semua ini berlangsung bertahun-tahun tanpa adanya solusi yang nyata.
Foto udara menara air bersih yang dibangun Habitat for Humanity Indonesia di Kampung Cicadas, Babakan Madang – Bogor (25/6). Foto: HFHI/Budi Ariyanto
Titik terang muncul ketika Habitat for Humanity Indonesia hadir dengan menawarkan bantuan penyediaan akses air bersih. Dengan menggandeng para mitra, dua menara air dibangun untuk memenuhi kebutuhan dasar ratusan warga dan siswa SDN 06 Babakan Madang. Air dari sungai di sekitar kampung disaring melalui sistem filtrasi sehingga dinyatakan layak konsumsi oleh Dinas Kesehatan setempat.
Teti mengatakan bahwa kini warga tidak perlu lagi bersusah payah mencari air, dan semakin banyak yang mulai menggunakan fasilitas air bersih tersebut. “Sekarang kan kita udah enggak capek-capek lagi mencari air. Sudah banyak juga warga di sini yang berbondong-bondong menggunakan air bersih ini,” kata Teti.
Akses terhadap air bersih menjadi fondasi bagi lahirnya komunitas yang lebih sehat, produktif, dan berdaya. Di Kampung Cicadas, waktu yang dulunya habis untuk mencari air kini digunakan untuk bekerja, bersekolah, dan merawat keluarga. Teti menyebutkan bahwa anak-anak kini jarang mengalami keluhan kulit, para orang tua terlihat lebih fokus pada penghidupan, dan interaksi antarwarga pun menjadi lebih erat berkat adanya fasilitas bersama yang dikelola kolektif. Akses air bersih telah memperkuat semangat gotong royong dan kepedulian sosial dalam komunitas.
Selvi, salah satu warga Kampung Cicadas, Babakan Madang – Bogor, tengah mencuci piring menggunakan fasilitas menara air bersih yang dibangun Habitat for Humanity Indonesia (25/6). Foto: HFHI/Kevin Herbian
Program ini merupakan bagian dari komitmen terhadap Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) poin keenam, yang menegaskan bahwa akses terhadap air bersih dan sanitasi merupakan hak dasar setiap manusia. Melalui pembangunan infrastruktur air bersih, Habitat for Humanity Indonesia memulihkan martabat dan membuka jalan menuju masa depan yang lebih layak bagi keluarga-keluarga Indonesia.
Bagi siapa pun yang ingin turut menghadirkan perubahan nyata, program ini terbuka untuk didukung. Setiap dukungan, sekecil apa pun, akan berkontribusi pada kehidupan yang lebih sehat dan bermartabat bagi banyak keluarga di seluruh pelosok negeri.