Thumbnail – Website Blog
ID-EN Blog

Perempuan Selalu Memiliki Peran Penting dalam Pemulihan Perumahan Pasca-Bencana

Saya Arwin Soelaksono dari Habitat for Humanity Indonesia. Saya terlibat langsung pada fase pemulihan awal dan program pemulihan perumahan di Aceh setelah tsunami. Kami membangun lebih dari 8.000 rumah dan diakui sebagai salah satu organisasi non-pemerintah yang paling tangguh yang bekerja di Pantai Barat Aceh, bersama dengan organisasi-organisasi lain seperti Samaritan’s Purse dan Palang Merah Inggris. Selama bertahun-tahun, kami memperoleh pelajaran berharga, merenungkan apa yang telah kami lakukan dalam pemulihan, dan mendapatkan wawasan berharga untuk membantu masyarakat yang terdampak bencana membangun kembali rumah mereka dengan lebih efektif dan berkelanjutan.

Cerita dari Aceh setelah Tsunami Asia 20 tahun yang lalu

Pada pertengahan 2005, lebih dari 5.000 pekerja kemanusiaan internasional tiba di Aceh. Pada puncak upaya rehabilitasi dan rekonstruksi di Aceh, terdapat 124 LSM internasional, puluhan organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa, dan 430 LSM lokal. Antara 2005 hingga 2006, kota-kota seperti Banda Aceh, Meulaboh, dan daerah Pantai Barat lainnya dipenuhi oleh LSM. Dengan dana yang sangat besar, mencapai 7,7 miliar USD, para pekerja langsung memulai pekerjaan mereka.

Namun, seiring dengan banyaknya dana yang digelontorkan untuk operasi pemulihan, kenyataan di lapangan tampak menjadi jelas. Daerah yang terdampak telah menderita lebih dari tiga dekade konflik bersenjata, sehingga kapasitas pasar sangat terbatas. Bahan bangunan jauh di bawah kebutuhan yang diperlukan, terutama untuk lembaga pemulihan yang bekerja di bidang perumahan. Ketidakseimbangan antara pasokan dan permintaan ini menyebabkan inflasi yang parah dan persaingan antara lembaga.

Persaingan ini tidak berhenti di situ; masalah lain muncul ketika LSM mulai berselisih mengenai siapa yang akan mendapatkan penerima manfaat. Ini adalah kenyataan yang menyedihkan bahwa suatu lembaga harus bersaing agar penerima manfaat bisa memilih LSM mana yang bisa membangun rumah mereka. Pada waktu itu, sudah menjadi hal biasa bagi LSM untuk mencoba menarik perhatian penerima manfaat dengan menawarkan rumah yang lebih besar atau bahkan rumah dua lantai, bersama dengan furnitur dan TV. LSM seperti Habitat for Humanity Indonesia berada di posisi yang sulit, karena rumah yang kami bangun hanya berukuran 36 meter persegi, dan tanpa furnitur. Kami meyakini bahwa ketika rumah diberikan secara cuma-cuma, pemilik rumah seharusnya menyediakan barang-barang rumah tangga sesuai dengan kebutuhan mereka.

Suatu malam di bulan Maret 2006, sekelompok warga desa datang ke kantor kami di Rigaih, di Pantai Barat Aceh. Mereka meminta kami untuk membangun rumah dengan ukuran 45 meter persegi, bukan 36 meter persegi seperti yang telah kami janjikan. Pembicaraan pun berlangsung tegang. Kami harus setuju, atau mereka akan mengusir kami dan membiarkan LSM lain yang dapat membangun rumah dengan ukuran 45 meter persegi untuk mengambil alih. Persaingan antar LSM ini mengarah pada sikap buruk dari penerima manfaat, menjadikan mereka manja. Pada akhirnya, hal ini bahkan mendikte LSM yang membantu mereka, memaksa kami untuk memenuhi permintaan yang tidak masuk akal tersebut. Malam itu, saya menandatangani surat yang menyatakan bahwa kami akan meninggalkan daerah tersebut dan membiarkan LSM lain bekerja, karena kami menolak memenuhi permintaan mereka.

Keesokan paginya, saat kami bersiap untuk pergi dan mengucapkan selamat tinggal kepada masyarakat, kami terkejut melihat para wanita marah pada suami-suami mereka. Para wanita ini meminta kami untuk tetap tinggal dan membangun rumah mereka. Mereka berkata kepada suami-suami mereka, “Biarkan Habitat yang membangun rumah kami, kemudian kita bisa meminta LSM lain untuk membangun rumah tambahan.” Meskipun saya tidak setuju dengan alasan mereka, saya harus mengakui bahwa itu cukup cerdik. Momen ini membawa kami pada kesadaran baru: perempuan memainkan peran penting dalam pemulihan perumahan pasca-bencana.

Pengalaman di Nepal tahun 2015

Setelah gempa bumi 2015 di Nepal, saya ditugaskan oleh Palang Merah Amerika untuk mendukung pemulihan perumahan. Suatu hari, dalam program pemulihan tersebut, saya mengunjungi desa Kaule, salah satu daerah yang paling terdampak gempa. Saya bertemu dengan seorang wanita yang sedang melakukan pekerjaan fisik yang berat, membawa batu yang akan digunakan untuk membangun rumahnya. Meskipun saya bisa melihat bahwa batu itu berat, saya tidak mendengar keluhan darinya.

Di tempat lain, saya melihat sebuah keluarga yang sedang bekerja membangun rumah mereka, dan semua anggota keluarga tersebut adalah perempuan dari berbagai generasi. Mereka semua terlibat dalam pekerjaan konstruksi. Di lokasi lainnya, saya melihat perempuan yang sedang memperbaiki batang besi untuk ikatan yang tahan gempa. Ini adalah kerja sama komunitas di mana semua orang memahami pentingnya fitur tahan gempa yang harus dipasang di setiap rumah. Dengan cara ini, individu, keluarga, dan komunitas mampu melakukan pekerjaan rekonstruksi dengan baik, setara dengan pria.

Baca juga: Perumahan yang Memadai untuk Masa Depan yang Tangguh

Lalu, mengapa keterlibatan perempuan begitu penting dalam pemulihan perumahan? Dari perspektif saya, ada dua aspek utama yang mendukung hal ini.

Pertama, perempuan sangat fokus. Melindungi anak-anak dan keluarga mereka memotivasi mereka untuk menyelesaikan konstruksi secepat mungkin. Seorang wanita yang saya temui di Nepal berlomba dengan waktu, memastikan rumahnya selesai sebelum musim dingin. Mereka yang telah dilatih dalam metode konstruksi yang aman dengan hati-hati memasang bahan-bahan untuk memastikan struktur yang kokoh.

Kedua, keterlibatan mereka membawa lebih banyak aktor ke dalam ekosistem pemulihan perumahan. Untuk memastikan pemulihan yang berkelanjutan, proses ini harus terus berlanjut bahkan setelah dukungan eksternal dari pemerintah dan LSM hilang. Untuk membangun ekosistem tersebut, dukungan tambahan harus diberikan kepada yang paling rentan, dengan meningkatkan akses ke mata pencaharian, memastikan ketersediaan penyedia layanan keuangan, dan sebagainya. Inisiatif-inisiatif ini umumnya berada di luar lingkup aktor perumahan, sehingga penting untuk bermitra dengan lembaga non-perumahan atau non-pemukiman.

Pelatihan konstruksi tingkatkan peran perempuan lebih efektif

Lalu, bagaimana kita dapat membantu perempuan agar mereka dapat memainkan peran lebih efektif dalam pemulihan perumahan?

Langkah pertama adalah melalui pelatihan konstruksi, seperti yang dilakukan di Nepal dan Indonesia. Sebagai contoh, selama program pemulihan perumahan 2015 di Nepal, pemerintah meluncurkan program pelatihan tukang sebagai persiapan sebelum upaya rekonstruksi besar-besaran dimulai. Kursus pelatihan selama 7 hari ini mengajarkan peserta cara membangun rumah tahan gempa sesuai dengan standar yang benar. Pelatihan ini terbuka untuk pria dan wanita, dan mencakup kegiatan di kelas serta pelatihan di lapangan. Mereka yang lulus pelatihan akan menerima sertifikat. Meskipun perempuan didorong untuk berpartisipasi, jumlah mereka tetap perlu ditingkatkan.

Lalu, mengapa lembaga pemulihan begitu serius memberikan dukungan kepada perempuan? Apakah terlalu banyak jika kita fokus pada perempuan yang bekerja dalam konstruksi?

Sebenarnya, memberi perhatian lebih kepada perempuan dan mempercayakan mereka dengan peran yang lebih besar dalam proses rekonstruksi adalah cara untuk menghormati sifat pemulihan. Rekonstruksi pasca-bencana harus bersifat organik; tidak ada jalan pintas untuk pemulihan yang cepat. Memberikan dukungan yang didorong oleh tekanan politik atau faktor eksternal tidak akan berkelanjutan dan bahkan bisa berujung pada kegagalan.

Perempuan memiliki insting yang unik untuk melindungi anak-anak mereka. Di mana pun saya bekerja, saya sering melihat ketekunan mereka dalam menyelesaikan konstruksi dengan kualitas tinggi dan secepat mungkin. Itulah potensi mereka. Rumah-rumah tersebut harus cukup kuat agar tidak rusak lagi jika suatu saat terjadi bencana serupa. Menariknya, perempuan sering mendesain rumah mereka sesuai dengan kebutuhan mereka, dan memiliki rumah yang dibangun sesuai dengan spesifikasi mereka menghasilkan kepuasan yang lebih besar dibandingkan rumah modular standar. Selain itu, jika mereka membangun rumah mereka sendiri, mereka akan merasa lebih percaya diri untuk melakukan perbaikan atau perpanjangan rumah, yang memastikan keberlanjutan jangka panjang.

Oleh karena itu, memberikan peran signifikan kepada perempuan dalam pemulihan perumahan akan memaksimalkan upaya mereka dalam mendukung keluarga mereka, yang menghasilkan konstruksi berkualitas tinggi dan penyelesaian tepat waktu. Selain itu, sebagai keuntungan tambahan, perempuan juga bisa mendapatkan penghasilan dari konstruksi, yang mengurangi kerentanannya di daerah yang terdampak.

Penulis: Arwin Soelaksono/Program Director Habitat for Humanity Indonesia

(kh/av)

Thumbnail – Siti N
ID-EN Blog

Secercah Harapan Baru di Rumah Biru Milik Siti Nurhayati

Sebulan yang lalu, tepat saat langit sore masih basah oleh rintik hujan, Siti Nurhayati (37) berdiri di depan rumah barunya yang kokoh. Warna biru cerah menyelimuti dindingnya, sebuah simbol memulai hidup baru. Senyumnya bercampur takjub, dan Siti melangkah masuk untuk pertama kalinya, memindahkan perabotan sederhana ke dalam ruang yang kini menjadi tempat perlindungan keluarganya. 

“Pertama kali saya masuk rumah ini, rasanya aneh. Saya tidak percaya ini rumah saya. Sebagus ini, seperti mimpi.” ucap Siti saat mengenang pertama kali masuk ke rumah yang telah direnovasi Habitat for Humanity Indonesia. 

Impian memiliki rumah layak huni sudah ia pendam bertahun-tahun. Selama itu, Siti tinggal di rumah peninggalan orang tuanya, sebuah bangunan sederhana dari bilik bambu yang usianya telah tua. Setiap sudut rumah itu berbicara tentang kesulitan, dindingnya berlubang, dan atapnya yang bocor menjadi tantangan yang harus di hadapi. 

Siti Nurhayati berjalan di depan rumahnya saat sebelum direnovasi Habitat for Humanity Indonesia. Foto: HFHI/Kevin Herbian

“Dulu, kondisi rumah kami benar-benar rusak. Biliknya bolong, dan suami saya sering menambalnya dengan spanduk bekas. Kalau hujan, air masuk dari mana-mana. Tikus juga sering masuk. Rasanya seperti tidak ada tempat aman di dalam rumah.” kenang Siti. 

Bukan hal yang mudah bagi Siti memiliki rumah yang layak. Memenuhi kebutuhan sehari-hari, Siti mengandalkan pendapatan suami, Junaedi (40), yang bekerja sebagai buruh tukang. Penghasilan Junaedi pun hanya Rp70.000,- per hari yang dibayarkan setiap dua minggu jika beruntung sang majikan memberikannya tepat waktu.  

Tahu kondisi ekonomi kurang beruntung, Siti pun mencoba peruntungannya dengan berjualan sabun cuci keliling ke rumah-rumah tetangga. Namun penghasilan tambahan itu hanya cukup untuk makan sehari-hari. 

“Kami serba kekurangan. Anak-anak masih sekolah, dan saya juga harus mengurus kakak yang mengalami gangguan jiwa. Semua terasa berat, apalagi rumah sudah hampir roboh.” tambah Siti. 

Siti Nurhayati mengenakan sepatu untuk anaknya di depan rumahnya saat setelah direnovasi Habitat for Humanity Indonesia. Foto: HFHI/Kevin Herbian

Baca juga: Berseminya Harapan Baru di Rumah Layak Huni Milik Siti

Keadaan berubah saat Habitat for Humanity Indonesia bersama para dermawan dan sukarelawan hadir membawa harapan, membangun kembali rumah milik Ibu Siti dan lima keluarga lainnya di Rajeg, Kabupaten Tangerang. 

“Alhamdulillah, rumah ini mengubah segalanya. Saya jauh lebih tenang, lebih nyaman. Tidak ada lagi bocor, tidak ada lagi tikus. Anak-anak juga lebih semangat belajar.” ucap Siti dengan penuh rasa syukur. 

Kini, Siti bisa menyisihkan sedikit penghasilan untuk tabungan sekolah anak-anaknya. Junaedi juga memiliki energi lebih untuk mengambil pekerjaan sampingan. “Beban kami terasa lebih ringan. Saya juga bisa merawat kakak saya dengan lebih baik tanpa merasa tertekan.” tambahnya.  

Bagi Siti, rumah ini bukan sekadar bangunan. Ini adalah tempat baru yang menghadirkan kedamaian dan masa depan yang lebih baik. “Orang tua saya dulu selalu bilang, rumah itu harus dijaga. Ini bukan hanya untuk kami, tapi untuk anak-anak kami nanti. Rumah ini akan menjadi warisan bagi mereka.” harap Siti. 

Rumah biru itu kini berdiri tegak, membawa harapan dan awal baru bagi keluarga Siti, sebagai langkah awal menuju kehidupan yang lebih stabil dan mandiri. Anda dapat turut serta dalam menghadirkan perubahan bagi keluarga-keluarga seperti Siti Nurhayati. Melalui kepedulian Anda, lebih banyak rumah yang dapat dibangun untuk memberikan tempat berlindung yang aman dan layak bagi keluarga yang membutuhkan. 

Kunjungi www.habitatindonesia.org/donate untuk berdonasi dan menjadi bagian dari misi perubahan kami menciptakan kehidupan yang lebih baik. 

(kh/av) 

Thumbnail – Website Blog (1)
ID-EN Blog

Melanjutkan Jejak Kebaikan Raden Hapsoro 

Matahari pagi di Desa Mauk Barat, Kecamatan Mauk, Tangerang, terasa lebih hangat. Pasalnya, sebanyak 30 relawan dengan penuh semangat memulai tugas mulia mereka. Dengan sekop di tangan dan hati yang penuh dedikasi, mereka bekerja sama membangun pondasi serta memasang dinding untuk tiga unit rumah layak huni (14/12). Namun, lebih dari sekadar kegiatan sukarelawan, kegiatan ini memiliki makna mendalam, sebuah penghormatan kepada mendiang Raden Andreas Hapsoro. 

Kegiatan bertajuk “Hapsoro Tribute Build” ini bukan hanya membangun rumah, melainkan wujud nyata dari semangat seorang sosok besar yang telah mendedikasikan hidupnya untuk kemanusiaan. Selama 19 tahun, Hapsoro menjadi bagian penting dari Habitat for Humanity Indonesia, meninggalkan jejak yang tak terhapuskan dalam upaya menciptakan hunian layak bagi masyarakat yang membutuhkan. 

Perjalanan hidup Hapsoro penuh dengan warna. Ia memulai karir sebagai kontraktor lepas dan sempat menjajal dunia manufaktur sebelum bergabung dengan Habitat for Humanity Indonesia pada tahun 2000 hingga 2005. Setelah itu, ia bergabung dengan Habitat Indonesia dan menjabat sebagai manajer konstruksi, menangani proyek pembangunan rumah bagi penyintas Tsunami Aceh 2004. Dari sinilah, panggilan hatinya sebagai pekerja kemanusiaan semakin kuat. Selama satu dekade, ia memegang berbagai peran strategis, hingga akhirnya menjabat sebagai Disaster Response and Regional Manager.  

Perjalanan karir Hapsoro berlanjut ketika beliau diberi mandat untuk mengemban tugas sebagai Disaster Response Specialist di Habitat for Humanity International di Makati, Filipina, dari tahun 2015 hingga 2020. Namun, hati Hapsoro selalu terpaut pada Indonesia. Sejak bulan Juli 2020, ia kembali ke tanah air untuk menjabat sebagai Direktur Aliansi Strategis di Habitat for Humanity Indonesia. Di sini, ia membagi waktunya untuk mengabdi sebagai Disaster Risk Reduction and Response Senior Specialist di Habitat for Humanity International.  

Sepanjang karirnya, beliau terlibat dalam penanganan pasca bencana besar, mulai dari tsunami Aceh 2004, gempa Sumatera Barat 2009, tsunami Mentawai 2010, banjir Jakarta dan sekitarnya pada tahun 2012 dan 2013, taifun Yolanda Filipina 2013, gempa Bohol Filipina 2023, gempa Nepal 2015, siklon tropis Winston 2016, dan bencana banjir bandang di Bangladesh pada tahun 2019 dan 2020. 

Baca juga: Aksi Relawan Korea Bangun Rumah Layak Huni di Tangerang

Keteladanan Hapsoro tak hanya terlihat dari aksinya di lapangan, tetapi juga melalui dedikasinya dalam bidang akademik. Pada Juli 2024, ia berhasil menyelesaikan studi pascasarjana di Sekolah Ilmu Lingkungan, Universitas Indonesia, dengan tesis berjudul “Model Hunian Pasca Bencana Berbasis Ketahanan Keluarga.” Karya ini menjadi warisan pemikiran yang berharga, mencerminkan komitmennya untuk menciptakan solusi hunian pasca bencana yang berkelanjutan. 

Sayangnya, dunia kehilangan sosok inspiratif ini pada 9 Juli 2024. Namun, semangatnya tak pernah padam. Melalui “Hapsoro Tribute Build”, kerabat, kolega, dan relawan Habitat for Humanity meneruskan perjuangannya. Pembangunan tiga unit rumah layak huni di Desa Mauk Barat adalah bagian dari target 10 unit rumah yang direncanakan. 

Kini, warisan Hapsoro tidak hanya tercermin dalam bangunan yang kokoh, tetapi juga dalam semangat kemanusiaan yang beliau wariskan kepada setiap orang yang pernah bekerja dengannya. Semoga semangat beliau terus menyala, menginspirasi lebih banyak orang untuk melangkah dalam kebaikan dan meninggalkan jejak kebaikan bagi dunia. 

(kh/av) 

11
ID-EN Blog

Aksi Relawan Korea Bangun Rumah Layak Huni di Tangerang 

Sebanyak delapan relawan asal Korea Selatan membangun rumah layak huni dalam kegiatan Global Village Program di Desa Mauk Barat, Kecamatan Mauk, Kabupaten Tangerang, Banten (30/11). 

Delapan relawan mengikuti safety briefing yang disampaikan oleh Ari Wibawa, Volunteer Coordinator Habitat for Humanity Indonesia sebelum melakukan pembangunan rumah layak huni. Para relawan ini sengaja datang ke Indonesia untuk membantu keluarga yang membutuhkan.
Salah satu relawan mengabadikan foto saat Yuga, Construction Supervisor Habitat for Humanity Indonesia, mengenalkan pemilik rumah dan membagi tugas untuk para relawan yang terlibat pembangunan rumah. Para relawan dibagi dalam tiga kelompok; kelompok pertama, memindahkan bahan material, kelompok kedua, merangkai besi, dan kelompok ketiga, melakukan pengecoran.
Setelah kegiatan pengenalan, tiga relawan yang telah terbagi dalam kelompok bergegas merangkai ring besi untuk kerangka sloof, balok lintel, dan ring balok pembangunan rumah layak huni.
Di sisi lain, seorang relawan yang masuk dalam kelompok memindahkan bahan material berupaya mencangkul batu split dan pasir yang akan dijadikan adukan untuk pengecoran.
Setelah batu split dan pasir berhasil ditampung dalam wadah, relawan lainnya membawa bahan material ke lokasi pembangunan rumah untuk dilakukan pengadukan.
Secara bergantian, bahan material dibawa oleh relawan lainnya. Habitat Indonesia telah medesain rumah ini dengan luas 28 meter persegi berikut dengan 2 kamar tidur, 1 ruang keluarga, dan 1 kamar mandi sebagai standar hunian yang layak sesuai dengan peraturan pemerintah.
Diawasi dan diberi arahan Yuga, seorang relawan melakukan pengadukan bahan material batu split dan pasir yang dicampur dengan semen. Pencampuran harus dilakukan dengan skala perbandingan yaitu, satu wadah semen, dua wadah batu split, dan tiga wadah pasir.

Baca juga: Dari Hati ke Tangan: Kisah di Balik Legacy Build 2024

Para relawan menyakini setiap upaya kecil yang mereka lakukan tentunya akan sangat berdampak besar bagi pemilik rumah.
Bapak Janaka (66), pemilik rumah sekaligus penerima bantuan rumah layak huni tak pernah menyangka rumahnya dibangun langsung oleh relawan asal Korea. Selama puluhan tahun ia tinggal di rumah berdinding bilik bambu yang sudah mulai keropos dan berlubang.
Tidak hanya Pak Janaka dan istri, anak dan menantunya pun berbagi atap dengannya, menarik rumah kecil mereka lebih jauh dari standar kelayakan. Tiap hari, keadaan memaksa ia dan keluarga berdesakan dengan tikus dan ular yang tak jarang merangsek masuk ke dalam rumah.
Sukarelawan ini terlibat dalam kegiatan Global Village yang berlangsung selama tiga hari mulai dari tanggal 30 November 2024 hingga 2 Desember 2024.
Habitat Indonesia berharap kontribusi relawan-relawan ini tidak hanya memberikan rasa aman dan nyaman untuk keluarga Bapak Janaka, tapi juga mempersiapkan anak cucunya keluar dari jurang kemiskinan.

Teks & Foto: HFHI/Kevin Herbian

(kh/av) 

Thumbnail – APDC
ID-EN Blog

Dari Hati ke Tangan: Kisah di Balik Legacy Build 2024 

Pagi itu, matahari menyapa hangat Desa Marga Mulya, Kecamatan Mauk, Kabupaten Tangerang. Suara gergaji yang terdengar, bata dinding yang diangkat, dan tawa para relawan menyatu dengan riuh aktivitas warga sekitar. Rupanya hari Rabu, 20 November 2024, telah menjadi hari yang istimewa. Sebanyak 13 relawan dari Asia Pacific Development Council (APDC) dan Indonesia Development Council (IDC) hadir, bukan sebagai tamu biasa, melainkan sebagai relawan membangun rumah layak huni untuk keluarga Bapak Tinggal dan Ibu Urni. 

Kegiatan yang bertajuk “Legacy Build 2024” dengan mengusung slogan “Building Beyond Homes, Building Hope, Strengthening Communities”, relawan dan berbagai negara sengaja meninggalkan kenyamanan rutinitas mereka untuk sesuatu yang lebih bermakna. Hari itu, mereka bahu-membahu memasang dinding rumah, bekerja langsung di bawah teriknya matahari.   

“Sangat menyenangkan bisa terlibat dalam pembangunan seperti ini lagi, karena sebelumnya saya melakukan ini sudah lama sekali saat saya masih sekolah pasca sarjana di Amerika. Saya sangat antusias dan merasa bangga berada di sini,” ungkap Elizabeth Satow, Area Vice President Asia Pacific Habitat for Humanity International. 

Di sisi lain, Fernando Zobel De Ayala, APDC Member dari Ayala Corporation, dengan senyum hangatnya menambahkan, “Saya turut senang berada di sini. Ini pertama kali saya mengikuti kegiatan volunteering di Indonesia, dan saya rasa ini adalah cara terbaik untuk mendukung keluarga-keluarga di Indonesia melalui program Habitat.” 

Aksi relawan Asia Pacific Development Council (APDC) dan Indonesia Development Council (IDC) dalam kegiatan volunteering “Legacy Build 2024” di Desa Marga Mulya, Mauk – Tangerang (20/11). Foto: HFHI/Astridinar Vania

Bagi Harlan Stone, APDC Member yang juga President and CEO HTMX Industries, hari itu adalah pengalaman tak terlupakan baginya. “Hari ini adalah hari yang luar biasa bagi saya. Karena ini untuk pertama kali dalam perjalanan karir saya, saya membangun rumah langsung di Asia. Ini menjadi hadiah terbaik bagi saya bisa berada di sini.” 

Mungkin kata-kata paling menyentuh datang dari John Ryan, APDC Member sekaligus Chairman of The Board Barnes and Noble Education. Ia berkata, “Meski lelah, bahkan sangat lelah, tapi sekarang saya terinspirasi dengan inisiatif yang kita lakukan bersama demi mewujudkan kebahagiaan untuk keluarga-keluarga di sini.” 

Suasana hari itu tak hanya diwarnai kerja keras, tetapi juga canda tawa dan rasa syukur. Bagi keluarga Bapak Tinggal dan Ibu Urni, dinding-dinding yang mulai berdiri itu adalah awal baru dari mimpi yang sebentar lagi menjadi kenyataan. Rumah kokoh yang selama ini hanya ada dalam angan, kini nyata di depan mata mereka. 

Setelah menyelesaikan kegiatan pembangunan rumah, para relawan melanjutkan hari mereka dengan mengunjungi lokasi program-program unggulan Habitat for Humanity Indonesia lainnya. Di antaranya, mereka menyaksikan langsung dampak dari program pemberdayaan ekonomi masyarakat, penyediaan akses sanitasi dan air bersih, serta berbagai proyek rumah layak huni yang telah berhasil diselesaikan. 

Baca juga: Menggali Asa di Kampung Cinamprak: Saat Relawan Muda Sinarmas World Academy Membangun Rumah Layak Huni

Habitat for Humanity Indonesia dengan tulus mengucapkan terima kasih atas kontribusi para relawan. Dukungan mereka adalah bukti bahwa kolaborasi lintas negara dan komunitas dapat menciptakan perubahan nyata. 

Mari bersama-sama melanjutkan perjuangan ini. Karena setiap keluarga berhak memiliki tempat tinggal yang layak dan aman. Kunjungi dan dukung kami di www.habitatindonesia.org/donate

(kh/av) 

Thumbnail – Rumah & Iklim
ID-EN Blog

Perumahan yang Memadai untuk Masa Depan yang Tangguh 

Perubahan iklim adalah salah satu tantangan terbesar yang dihadapi umat manusia, dan dampaknya terasa di seluruh dunia. Namun, meskipun perumahan menjadi kebutuhan dasar, sektor ini seringkali tidak mendapat perhatian yang cukup dalam agenda perubahan iklim dunia.

Habitat for Humanity, sebagai organisasi yang berfokus pada akses perumahan yang layak, berupaya mengangkat isu penting ini melalui rekomendasi kebijakan yang diajukan pada COP29. Perumahan yang memadai bukan hanya soal tempat tinggal, tetapi juga kunci untuk membangun ketahanan terhadap perubahan iklim, terutama bagi masyarakat yang paling rentan.

Perumahan dalam Konteks Perubahan Iklim

Di seluruh belahan dunia, lebih dari 1,1 miliar orang tinggal di permukiman informal yang sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim, seperti banjir, panas ekstrem, dan kenaikan permukaan laut. Meskipun mereka tidak berkontribusi signifikan terhadap emisi karbon global, mereka adalah yang paling terpengaruh oleh bencana iklim.

Habitat for Humanity mengingatkan bahwa solusi perumahan yang memadai harus menjadi bagian tak terpisahkan dari upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. Dalam rekomendasinya, Habitat for Humanity menekankan pentingnya mengintegrasikan perumahan ke dalam Nationally Determined Contributions (NDCs).

Mengintegrasikan perumahan dalam strategi perubahan iklim akan memungkinkan negara-negara untuk menurunkan jejak karbon, mengurangi biaya energi, dan memberikan perlindungan lebih baik bagi masyarakat yang paling rentan terhadap perubahan iklim. Hal ini penting untuk memastikan bahwa upaya mitigasi tidak hanya berfokus pada sektor energi, tetapi juga pada infrastruktur yang mendukung kehidupan sehari-hari masyarakat.

Adaptasi untuk Komunitas yang Paling Rentan

Salah satu prioritas utama yang diangkat Habitat for Humanity adalah kebutuhan mendesak untuk lebih banyak pendanaan bagi adaptasi iklim, terutama untuk komunitas yang paling rentan. Komunitas-komunitas ini, khususnya yang tinggal di permukiman informal, seringkali tidak memiliki akses terhadap infrastruktur yang memadai dan terpapar risiko iklim yang lebih besar. Habitat for Humanity mendesak pemerintah dan lembaga internasional untuk memprioritaskan pendanaan adaptasi untuk perbaikan perumahan dan infrastruktur di daerah-daerah yang paling terancam oleh perubahan iklim.

Pendanaan adaptasi ini harus digunakan untuk mendukung pembangunan perumahan yang tahan terhadap dampak iklim seperti banjir, kekeringan, dan panas ekstrem. Selain itu, penguatan kapasitas masyarakat untuk menghadapi perubahan iklim dengan cara yang berkelanjutan dan ramah lingkungan juga menjadi bagian dari rekomendasi ini. Solusi yang melibatkan penggunaan material ramah lingkungan dan desain yang berorientasi pada efisiensi energi dapat membantu membangun rumah yang lebih tangguh terhadap perubahan iklim, sekaligus mengurangi dampaknya terhadap lingkungan.

Ilustrasi permukiman informal yang dihuni masyarakat rentan. Foto: HFHI/Kevin Herbian

Baca juga: GUMREGAH TENAN: Kolaborasi Habitat for Humanity Indonesia dan Pemerintah D.I. Yogyakarta Wujudkan Perumahan dan Kawasan Permukiman Layak

Perumahan yang Hijau, Terjangkau, dan Berkelanjutan

Sementara upaya mitigasi perubahan iklim sangat penting, Habitat for Humanity menyoroti potensi perumahan untuk menciptakan solusi yang tidak hanya mengurangi jejak karbon, tetapi juga menjawab tantangan besar dalam keterjangkauan perumahan global. Salah satu masalah utama yang dihadapi dunia adalah defisit perumahan yang memadai dan terjangkau, yang semakin parah di banyak kota besar yang sedang berkembang. Oleh karena itu, Habitat for Humanity menyerukan pentingnya untuk memastikan bahwa upaya mitigasi perubahan iklim di sektor perumahan tidak perlu meningkatkan biaya perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah.

Solusi perumahan hijau yang terjangkau harus diprioritaskan dalam kebijakan global. Habitat for Humanity mendesak negara-negara untuk berinvestasi dalam renovasi dan retrofit perumahan yang ada agar lebih ramah iklim, menggunakan material berkarbon rendah, dan mendukung desain yang efisien energi. Upaya ini akan membantu mengurangi biaya hidup dan membuat rumah lebih terjangkau bagi keluarga berpenghasilan rendah, terutama di kota-kota yang sedang berkembang pesat.

Sektor konstruksi juga perlu mengadopsi prinsip ekonomi sirkular, di mana bahan bangunan yang digunakan dapat didaur ulang dan dipergunakan kembali untuk mengurangi pemborosan dan emisi karbon. Ini adalah pendekatan yang perlu diintegrasikan dalam kebijakan perumahan global untuk mendukung peralihan menuju masa depan yang lebih berkelanjutan.

Menghubungkan Sektor Perumahan dengan Tujuan Iklim Global

Habitat for Humanity menekankan pentingnya kolaborasi antara sektor perumahan, pengembangan perkotaan, lingkungan, dan sektor keuangan untuk menciptakan solusi yang holistik. Dengan mengintegrasikan semua sektor ini, negara-negara dapat menciptakan perumahan yang lebih berkelanjutan dan tahan terhadap perubahan iklim, sambil memenuhi kebutuhan mendesak akan perumahan yang terjangkau.

Menciptakan kebijakan yang memperkuat keterlibatan masyarakat, khususnya yang tinggal di permukiman informal, adalah langkah penting lainnya. Habitat for Humanity mendorong agar suara warga menjadi bagian dari perencanaan dan pengambilan keputusan terkait perumahan dan adaptasi iklim, memastikan bahwa kebijakan yang dihasilkan benar-benar memenuhi kebutuhan mereka yang paling terdampak.

Habitat for Humanity mengajak seluruh dunia untuk melihat perumahan bukan hanya sebagai kebutuhan dasar, tetapi juga sebagai solusi penting untuk membangun ketahanan terhadap perubahan iklim. Dalam menghadapi tantangan perubahan iklim yang semakin besar, perumahan yang memadai, hijau, dan terjangkau adalah kunci untuk menciptakan masa depan yang lebih adil dan berkelanjutan bagi semua.

Dengan integrasi perumahan dalam kebijakan perubahan iklim global, pendanaan yang lebih besar untuk adaptasi, serta prioritas pada perumahan yang terjangkau dan ramah iklim, kita dapat memastikan bahwa masyarakat yang paling rentan dapat beradaptasi dan bertahan di dunia yang terus berubah. Habitat for Humanity berkomitmen untuk mendorong perubahan ini, dan COP29 menjadi momen penting untuk mewujudkannya.

(kv/av)

Header SWA
ID-EN Blog

Menggali Asa di Kampung Cinamprak: Saat Relawan Muda Sinarmas World Academy Membangun Rumah Layak Huni 

Aksi relawan Sinarmas World Academy membangun rumah layak huni di Kampung Cinamprak, Desa Mauk Barat, Tangerang (29/10). Foto: HFHI/Kevin Herbian

Pagi itu, Aradia menyambut hari dengan semangat yang berbeda dari biasanya. Ia bersama teman-teman sebangku sekolahnya meninggalkan kenyamanan ruang belajar mereka, menggantinya dengan ruang terbuka penuh debu dan peralatan konstruksi. Rupanya mereka sengaja bangun tidur lebih awal untuk mengikuti kegiatan volunteering pembangunan rumah layak huni di Kampung Cinamprak, Desa Mauk Barat, Tangerang (29/10).

Sambil mengangkat cangkul, Aradia tampak sedikit ragu dengan gerakannya. Melihat hal itu, Risman, Construction Supervisor Habitat for Humanity Indonesia, segera mendekat dan memberikan bimbingan. “Pegang cangkulnya begini, supaya lebih kuat,” ujarnya sambil menunjukkan cara menggali yang benar. Aradia pun mengangguk, mencoba mengikuti arahan Risman dengan penuh antusias.

Bersama teman sekelompoknya, Aradia menggali lubang pondasi hingga kedalaman 60 sentimeter, sementara kelompok lainnya sibuk mengikat rangka besi sloof yang akan menjadi dasar struktur bangunan.

Meskipun rasa lelah terasa, semangat para relawan tak padam. “Ini pengalaman pertama saya, melelahkan memang, tapi kami tahu bahwa apa yang kami lakukan akan membawa dampak besar bagi keluarga yang akan menempati rumah ini,” kata Aradia, yang tengah beristirahat di sela kegiatan volunteering.

Aksi relawan Sinarmas World Academy membangun rumah layak huni di Kampung Cinamprak, Desa Mauk Barat, Tangerang (29/10). Foto: HFHI/Kevin Herbian

Hari itu juga menandai perayaan ulang tahun ke-17 Sinarmas World Academy (SWA). Habitat for Humanity Indonesia sengaja mengajak para murid, wali murid, dan guru di sekolah tersebut untuk berbagi kebahagiaan dengan cara yang istimewa.

Dalam aksi bertajuk “Build a Brighter Tomorrow”, sebanyak 38 relawan SWA terlibat langsung membangun tiga rumah layak huni untuk keluarga-keluarga di Kampung Cinamprak. Aksi ini merupakan awal dari target pembangunan 10 unit rumah layak huni yang rencananya akan rampung hingga akhir tahun.

Bagi keluarga-keluarga di sana, memiliki rumah yang layak bukanlah hal yang mudah. Sebagian besar dari mereka bekerja sebagai buruh tani serabutan dan nelayan, dengan penghasilan yang hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Rumah impian mereka sering kali hanya sebatas angan-angan yang sulit terwujud. Namun, hari itu, mimpi mereka berubah menjadi kenyataan.

Baca juga: Memperingati Hari Sumpah Pemuda, Habitat for Humanity Indonesia Gelar 28UILD 2024 untuk Mengajak Generasi Muda Beraksi Bangun Indonesia 

Evelyn Indriani Kristiali, Head of Marketing and Operations SWA, menyatakan, “Kami sangat bangga bisa berkolaborasi dengan Habitat pada hari ulang tahun kami. Melalui pengalaman ini, kami berharap seluruh murid SWA tumbuh dengan empati yang lebih besar dan bersemangat membawa perubahan positif bagi masyarakat sekitar mereka,” ujarnya.

Tak hanya para siswa dan guru, dukungan juga datang dari Kepala Desa Mauk Barat, Samudi, yang mengapresiasi upaya ini. “Atas nama warga, saya mengucapkan terima kasih kepada SWA dan Habitat atas bantuan di desa kami. Ini adalah pembangunan rumah layak huni pertama di Mauk Barat. Semoga inisiatif ini dapat menginspirasi pihak lain untuk turut berkontribusi dalam upaya yang sama,” ungkapnya.

Para relawan Sinarmas World Academy bertemu dengan salah satu pemilik rumah di Kampung Cinamprak, Desa Mauk Barat, Tangerang (29/10). Foto: HFHI/Kevin Herbian

Sepanjang hari itu, canda dan tawa para relawan SWA dan warga Kampung Cinamprak mewarnai setiap langkah pembangunan. Para siswa yang terbiasa dengan aktivitas belajar di kelas kini menikmati suasana baru bekerja bersama masyarakat sekitar. Sambil bekerja, mereka saling bertukar cerita, memahami lebih dalam kehidupan sehari-hari keluarga di sana. Kegiatan ini tak hanya menguatkan rasa kebersamaan, tetapi juga memberikan pengalaman berharga tentang semangat gotong-royong di tengah lingkungan yang sederhana.

Habitat for Humanity Indonesia mengajak seluruh komunitas muda, sekolah, dan instansi pendidikan untuk terus mengupayakan masa depan yang lebih cerah melalui program rumah layak huni. Momen kecil yang dikerjakan bersama ini menciptakan perubahan besar, mewujudkan harapan, dan membuka jalan menuju kehidupan yang lebih baik bagi masyarakat di Indonesia.

(kh/av)

Thumbnail – Story Siti Nurlaelah
ID-EN Blog

Berseminya Harapan Baru di Rumah Layak Huni Milik Siti

Siti Nurlaelah menyirami tanaman hias yang berada di perkarangan halaman rumahnya di Desa Marga Mulya, Mauk – Tangerang. Foto: HFHI/Kevin Herbian

Sore itu, tepat pukul 3, Siti Nurlaelah (44) terlihat sibuk menyirami tanaman hias di depan perkarangan rumahnya di Desa Marga Mulya, Kecamatan Mauk, Kabupaten Tangerang, Banten.

Berbeda dengan sebulan sebelumnya, kini halaman itu dihiasi bunga-bunga yang mekar indah, seakan turut merayakan kehadiran rumah barunya. Sebuah rumah yang kokoh dan nyaman, jauh dari bayangan duka yang ia alami sebelumnya.

Selama bertahun-tahun, Siti dan keluarganya, bertahan di rumah yang dibangun dengan susah payah dari tabungan mereka. Namun, bangunan itu seolah tak berpihak. Suatu malam, saat hujan turun deras, lantai rumah amblas, membuat dinding ruang keluarga runtuh. “Untung anak-anak enggak ketimpa, cuma perabotan yang pecah,” kenang Siti.

Mimpi memiliki rumah yang layak terasa jauh, mengingat pekerjaan Siti hanya sebagai buruh serabutan dengan upah 50 ribu rupiah jika beruntung mendapat panggilan. Suaminya, Ahmad Yani (39), yang bekerja sebagai petugas keamanan, hanya bisa mengantongi penghasilan tidak lebih dari 3 juta per bulan.

“Ibu sering ngutang ke warung buat sekadar beli beras, karena gajinya Bapak habis buat menambal bocor dan benerin rumah,” kata Siti.

Kondisi rumah tak layak huni milik Siti Nurlaelah saat sebelum direnovasi oleh Habitat for Humanity Indonesia di Desa Marga Mulya, Mauk – Tangerang. Foto: HFHI/Rifky Milano

Baca juga: Kisah Unang: Merawat Keamanan dan Kenyamanan di Dalam Rumah Layak Huni

Namun, dalam keterbatasan, doa Siti akhirnya terjawab. Habitat for Humanity Indonesia bersama para dermawan datang membawa harapan yang tak terduga. Rumah yang kokoh kini berdiri di tempat duka lama, dibangun bersama kasih dari para relawan.

Air mata Siti jatuh tak tertahan saat rumah layak huni miliknya selesai dibangun. “Ibu enggak nyangka bisa punya rumah seperti ini,” ujarnya. Bahkan saat proses pembangunan, ia takjub melihat bahan bangunan berkualitas yang dikirim, sesuatu yang dulu hanya bisa ia impikan.

Pada malam pertama di rumah baru, Siti bahkan tak bisa tidur karena rasa syukur yang mendalam. Putra bungsunya memeluknya erat sambil berkata, “Mamah, rumah kita bagus ya, kaya istana.”

Kini, hidup Siti dan keluarga telah berubah. Gaji yang dulu dihabiskan untuk perbaikan rumah, sekarang dapat dialihkan untuk ditabung, dan ia tak perlu berhutang untuk membeli kebutuhan pokok.

Di ruang keluarga, Siti dan Ahmad tengah merencanakan untuk membuka warung kecil, berharap masa depan terus mengalirkan kebaikan seperti tanaman yang tumbuh subur di rumah baru mereka. Bagi Siti, rumah ini bukan sekadar tempat berteduh. Ini adalah impian yang hidup, tempat segala harapan dan kebahagiaan keluarga mereka bersemi.

Siti Nurlaelah bermain bersama anaknya di dalam rumah yang telah layak huni di Desa Marga Mulya, Mauk – Tangerang. Foto: HFHI/Kevin Herbian

Anda dapat turut serta dalam menghadirkan perubahan bagi keluarga-keluarga seperti Siti Nurlaelah. Melalui kepedulian Anda, lebih banyak rumah yang dapat dibangun untuk memberikan tempat berlindung yang aman dan layak bagi keluarga yang membutuhkan.

Kunjungi www.habitatindonesia.org/donate untuk berdonasi dan menjadi bagian dari misi perubahan kami menciptakan kehidupan yang lebih baik.

(kh/av)

01. Thumbnail Prudential
ID-EN Blog

Program Desa Maju Prudential Dilanjut, Ditargetkan Lebih dari 20.000 Warga Menerima Manfaat

Bogor, 2 November 2024 – Habitat for Humanity Indonesia bersama PT Prudential Life Assurance (Prudential Indonesia) dan PT Prudential Sharia Life Assurance (Prudential Syariah) kembali melanjutkan Program Desa Maju Prudential (DMP) di Desa Gunung Putri, Bogor, Jawa Barat. 

Peresmian program DMP tahap ketiga ini ditandai dengan peletakan batu pertama pembangunan rumah layak huni oleh Chief Customer and Marketing Officer Prudential, Karin Zulkarnaen, didampingi Chief Digital and Technology Officer Prudential, Dicky Johan, Camat Gunung Putri, Kurnia Indra, Kepala Desa Gunung Putri, Daman Huri, juga Program Director Habitat for Humanity Indonesia, Arwin Soelaksono, pada 2 November 2024 lalu. 

Peluncuran DMP kali ini bertepatan dengan HUT ke-29 Prudential dan menandai komitmen jangka panjang perusahaan dalam memberikan dampak positif kepada masyarakat. Menurut Karin Zulkarnaen, DMP tahap ketiga bertujuan untuk membantu memenuhi kebutuhan dasar masyarakat, dengan sasaran utama mewujudkan pemukiman inklusif, aman, dan berkelanjutan. 

Melalui Habitat Indonesia, program DMP secara resmi berlangsung selama dua tahun kedepan terhitung sejak 2 November 2024 hingga Juni 2026, dan ditargetkan dapat memberi manfaat kepada lebih dari 20.000 warga di Desa Gunung Putri. Adapun ruang lingkup program DMP tahap tiga ini mencakup di antaranya: 

  1. Pembangunan 27 unit rumah layak huni baru dengan tanaman untuk tiap rumah, 
  2. Pembangunan 21 unit toilet rumah tangga baru, 
  3. Renovasi 4 unit fasilitas pendidikan (ruang kelas, perpustakaan, dan toilet), 
  4. Penyediaan mesin untuk mengubah sampah menjadi biji plastik, serta pelatihan pengolahan sampah untuk 210 peserta dan pelatihan kepada 75 pengurus pengolahan sampah, 
  5. Pelatihan konstruksi dasar dan rumah sehat, serta pelatihan perilaku hidup bersih dan sehat untuk 210 peserta,  
  6. serta pelatihan mitigasi bencana untuk masyarakat. 

Karin Zulkarnaen menambahkan dan menyatakan harapan besar terhadap program DMP ini, “Serangkaian kegiatan ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat setempat dalam jangka panjang, sehingga dapat hidup lebih sehat, sejahtera, dan berdaya ” ujar Karin. 

Secara garis besar, DMP tahap tiga ini berfokus pada lima prioritas pembangunan, yaitu akses terhadap hunian layak, fasilitas pendidikan, pengelolaan bank sampah dan penerapan gaya hidup ramah lingkungan, peningkatan pemahaman hidup bersih, serta kesadaran masyarakat akan mitigasi bencana. 

Peresmian program Desa Maju Prudential tahap ketiga di Desa Gunung Putri, Bogor, Jawa Barat (2/11). Foto: HFHI/Kevin Herbian

Baca juga: PRUVolunteers & Bazar Gembira UMKM: Kolaborasi Habitat for Humanity Indonesia dan Prudential 

Sebelumnya, Habitat Indonesia bersama Prudential telah berhasil menjangkau lebih dari 5.100 warga dengan berbagai proyek yang meliputi pembangunan 15 unit rumah layak huni baru, renovasi 10 unit rumah yang berkaitan dengan air, sanitasi, dan kebersihan, pembangunan 38 unit toilet rumah tangga, 2 unit sekolah seni lukis, pelatihan promosi gaya hidup higienis untuk 412 peserta, serta pelatihan mitigasi bencana dan pembangunan rumah sehat dalam DMP tahap dua di Desa Gunung Putri. 

Selain itu, dalam upaya untuk memberdayakan masyarakat menjadi tangguh secara finansial, Habitat Indonesia bersama Prudential telah merenovasi 10 unit UMKM, memberikan pelatihan kewirausahaan kepada 50 peserta UMKM, keterampilan vokasi bagi anak muda, serta edukasi literasi finasial untuk masyarakat Desa Gunung Putri. Tak sampai di situ, berbagai program kesehatan pun dilakukan, seperti cek kesehatan gratis termasuk papsmear, dan penyediaan alat kesehatan untuk Posyandu setempat. 

Arwin Soelaksono, Program Director Habitat for Humanity Indonesia, menyampaikan kebahagiaannya karena kembali dipercaya sebagai mitra oleh Prudential untuk melanjutkan tahap ketiga program DMP. Menurutnya, kolaborasi ini membuka peluang untuk mendukung dan memberdayakan masyarakat dengan memberikan akses ke hunian yang layak, pendidikan, serta lingkungan yang lebih sehat, aman, dan nyaman. Bersama Prudential dan PRUVolunteers, ia optimis bahwa program ini akan memberikan dampak positif yang berkelanjutan bagi masyarakat Desa Gunung Putri dan sekitarnya hingga tahun 2026. 

Sejak awal kerja sama dengan Habitat for Humanity Indonesia pada tahun 2020, Prudential telah mendukung pemberdayaan lebih dari 19.000 warga di berbagai desa. Di Desa Tanjung Anom, Mauk, Kabupaten Tangerang, misalnya, program ini telah berhasil membangun 63 unit rumah dan toilet baru, 2 sumber air bersih beserta 272 meter sistem drainase, pemasangan 25 unit fasilitas cuci tangan portable, penyelenggaraan pelatihan WASH (Water, Sanitation and Hygiene), pelatihan Konstruksi Dasar, Rumah Sehat, serta distribusi paket alat kebersihan diri untuk 617 keluarga dan voucher sembako untuk 562 keluarga. 

Menjadi awal langkah baik Prudential memulai program DMP tahap tiga ini, kegiatan peresmian juga turut diwarnai dengan antusiasme lebih dari 200 PRUVolunteers yang ikut membangun rumah layak huni, toilet rumah tangga, mengelola sampah, dan menanam biopori. Selain itu, terdapat aktivitas bazar UMKM dan senam sehat yang diikuti oleh lebih dari 300 peserta. 

Peresmian program Desa Maju Prudential tahap ketiga di Desa Gunung Putri, Bogor, Jawa Barat (2/11). Foto: HFHI/Kevin Herbian

Habitat for Humanity Indonesia mengajak seluruh Sahabat Habitat untuk turut mendukung serta mendoakan kelancaran pelaksanaan program ini, agar setiap langkah dapat membawa manfaat berkelanjutan dan memperkuat kualitas hidup warga setempat di masa mendatang. 

(kh/av) 

Thumnail – AWS TBS
ID-EN Blog

Gandeng Habitat, Amazon Web Services Resmikan Think Big Space 

Pemotongan pita peresmian Think Big Space (TBS) di SMKN 1 Karawang (26/10). Foto: HFHI/Budi Aryanto

Karawang, 24 Oktober 2024 – Amazon Web Services (AWS) bekerja sama dengan Habitat for Humanity Indonesia resmikan Think Big Space (TBS) di SMK Negeri 1 Karawang.  

Seremoni peresmian ditandai dengan pemotongan pita oleh Pj Gubernur Jawa Barat, Bapak Bey Machmudin,  Pjs Bupati Karawang, Bapak Teppy Wawan Dharmawan, Plh Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat, Bapak Bambang Tirtoyuliono, Country Manager AWS Data Center Indonesia, Bapak Winu Adiarto, dan Chief Financial Officer Habitat for Humanity Indonesia, Bapak Christian Khorigin, pada Kamis, 26 Oktober 2024. 

Menggandeng Habitat for Humanity Indonesia sebagai mitra nirlaba, AWS membangun ruang digital yang dilengkapi dengan beragam fasilitas modern, di antaranya perangkat STEAM (Science, Technology, Engineering, Art, and Math), 18 komputer dengan akses gratis ke AWS Skill Builder sebagai pusat pembelajaran online, perangkat Amazon Echo, studio podcast, printer 3D, dan set Virtual Reality. 

AWS Think Big Space dirancang untuk menciptakan ruang belajar yang melampaui kelas konvensional, di mana siswa dapat mengasah keterampilan STEAM dan mengembangkan inovasi melalui pendekatan langsung dalam menghadapi tantangan dunia nyata.  

Dalam sambutannya, Bapak Winu Adiarto menyampaikan bahwa TBS di SMKN 1 Karawang merupakan yang pertama di Indonesia dan Asia Tenggara, diharapkan dapat memperluas wawasan siswa di bidang teknologi serta membekali mereka dengan keterampilan digital yang relevan. “TBS ini adalah ruang khusus bagi siswa, pendidik, dan komunitas untuk mengeksplorasi ide-ide terkait STEAM melalui pendidikan teknis dan pelatihan cloud computing yang interaktif,” ujar Winu Adiarto. 

Think Big Space di SMKN 1 Karawang akan menyelenggarakan berbagai sesi pelatihan STEAM, seperti pemrograman, kecerdasan buatan (AI), robotika, dan otomatisasi, dengan sasaran siswa kelas 10 hingga 12. Selain itu, AWS akan menggunakan ruangan ini sebagai pusat pelatihan untuk program seperti Skilled in the Cloud, yang menawarkan pelatihan cloud, lokakarya digital, dan kelas coding. 

Kunjungan Pj Gubernur Jawa Barat, Bey Machmudin, melihat fasilitas Think Big Space (TBS) di SMKN 1 Karawang (26/10). Foto: Humas Pemprov Jabar

Baca juga: Inagurasi Peresmian Fasilitas Air Bersih AWS & Kick-off Program Pencegahan Stunting 

Pj Gubernur Jawa Barat, Bapak Bey Machmudin, mengapresiasi inisiatif ini sebagai solusi bagi tantangan link and match antara pendidikan dan industri. “Kami percaya pada kekuatan pendidikan dan teknologi dalam membuka potensi sumber daya manusia. Dengan kehadiran TBS, kami semakin siap memberdayakan pelajar di Jawa Barat dan Indonesia untuk masa depan digital,” katanya. 

Winu Adiarto kembali menyampaikan bahwa ke depannya TBS ini tidak hanya akan terbatas di lingkungan sekolah, namun juga akan diperluas ke sarana publik sesuai dengan kebutuhan komunitas sekitarnya. “Think Big Space ini diharapkan dapat membangun kapabilitas teknis generasi muda, khususnya mengingat 70 persen penduduk Indonesia berusia 14-47 tahun. Ini adalah potensi besar yang harus dimanfaatkan secara positif,” ujarnya. 

Melalui peluncuran program ini, AWS dan Habitat for Humanity Indonesia berharap SMK di Jawa Barat dapat terus berinovasi, menghasilkan lulusan yang siap bersaing di pasar global, serta menjadi penggerak dalam perkembangan industri dan ekonomi di Indonesia. 

(kh/av)